Wilayah Sumatera baru saja dilanda banjir parah. Menanggapi bencana ini, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq angkat bicara. Menurutnya, ada dua faktor utama yang berkolusi: curah hujan yang luar biasa tinggi, ditambah kondisi lanskap dan perubahan tata ruang di lapangan.
Namun begitu, rupanya tak semua daerah yang kebanjiran mengalami hujan ekstrem. Ambil contoh Batang Toru di Tapanuli Selatan. Kerusakan di sana terbilang parah, padahal intensitas hujannya tidak termasuk kategori paling tinggi.
"Kenapa Batang Toru ini kemudian berdampak rusaknya besar?" tanya Hanif dalam jumpa pers di Hotel Indonesia Kempinski, Selasa (2/12/2025).
"Karena dia landscape-nya berbentuk seperti V. Jadi Tapanuli Tengah dan Selatan ada di lereng, di lembahnya. Sehingga pada saat lereng kanan-kirinya terganggu, maka terjadi bencana yang cukup besar. Meskipun curah hujannya ekstrem tidak sangat ekstrem," paparnya.
Kondisi vegetasi di sana, kata Hanif, juga memperburuk keadaan. Saat hujan turun, daerah itu sudah kehilangan banyak pohon.
"Nah itu begitu dia hujan sudah dipastikan lah tidak ada pohon," ujarnya.
"Ada pohon sebesar 38 persen tapi dia ada di tengah dan hilir. Sehingga daya tahannya tidak terlalu besar."
Lain cerita dengan Aceh. Menurut pemantauan kementerian, hujan di provinsi ujung barat Indonesia itu jauh lebih dahsyat. Curah hujannya bahkan mencatatkan angka yang fantastis.
Artikel Terkait
Bencana Sumatera: 744 Jiwa Melayang, 3,3 Juta Jiwa Terhempas
Solidaritas Tanpa Batas: Polres Kampar Kirim Bantuan dan Personel ke Korban Bencana Agam
Buronan Narkoba Rp 5 Triliun Tiba di Tanah Air, Tangan Terikat dan Menunduk Sepanjang Perjalanan
Usulan Libur Nasional 2 Desember Mengemuka di Reuni 212