Kombes Dedy Tabrani, Ketua Perkumpulan Doktor Ilmu Kepolisian (DIKPI), mengidentifikasi kesenjangan antara klaim pengembangan police science dengan praktik akademik di Indonesia. Meskipun secara global police science belum diakui sebagai disiplin mandiri, kondisi ini justru membuka peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan model ilmu kepolisian yang komprehensif.
"Reposisi ilmu kepolisian tidak cukup pada perdebatan definisi, tetapi harus dibarengi pembangunan ekosistem ilmiah yang kuat melalui kurikulum konsisten, standar metodologi terukur, dan budaya riset yang solid," papar Kombes Dedy.
Perspektif Historis dan Global
Prof Adrianus Meliala menganalisis perkembangan historiografi kepolisian global sejak abad ke-17. Menurutnya, dinamika kepolisian selalu dibentuk oleh perubahan masyarakat, teknologi, politik, dan relasi polisi-komunitas.
"Pendidikan kepolisian Indonesia yang banyak merujuk model Amerika Serikat perlu penyesuaian agar lebih sesuai dengan kebutuhan sosial Indonesia," ujar Adrianus.
Dr G. Ambar Wulan melengkapi dengan tinjauan historis pendidikan kepolisian Indonesia sejak era Hindia Belanda hingga berdirinya PTIK pada 1950. Dia menilai pengembangan ilmu kepolisian selama ini cenderung pragmatis dan kurang menekankan pembangunan metodologi ilmiah yang kuat.
Forum FGD menghasilkan konsensus tentang perlunya penguatan ekosistem riset, kurikulum berbasis kompetensi, dan kolaborasi internasional untuk melahirkan bhayangkara cendekia yang intelektual, berintegritas, dan adaptif terhadap tantangan digital. STIK Lemdiklat Polri bersama DIKPI berkomitmen memperkuat landasan akademik dan metodologi ilmiah ilmu kepolisian sebagai bagian dari upaya membangun Polri yang profesional, modern, dan akuntabel.
Artikel Terkait
KPK Periksa Sembilan Direktur Travel Terkait Dugaan Korupsi Kuota Haji
Sorak-Sorai Inklusif: Ketika Sepak Bola Menjadi Ruang Kebahagiaan bagi Semua
Suara Anak untuk Masa Depan: Refleksi dan Aksi di Hari Anak Sedunia 2025
Warga Depok Tewas Tercebur ke Kali Saat Buang Sampah