Langkah pengalihan dana ini sangat mendesak. Pada tahun 2026, beban pembayaran bunga dan pokok utang diproyeksikan mencapai Rp 800 triliun, yang telah melebihi 30% dari total belanja negara.
Beban utang yang membengkak ini mempersempit ruang fiskal, menghambat peran APBN sebagai penggerak utama pembangunan nasional. Akibatnya, belanja produktif untuk membangun ekonomi rakyat menjadi tidak maksimal.
Komparasi Belanja Negara yang Timpang
Untuk menggambarkan ketimpangan ini, belanja bunga dan pokok utang sebesar Rp 800 triliun jauh lebih besar daripada:
- Belanja Perlindungan Sosial: Rp 504,7 triliun
- Belanja Subsidi: Rp 318,9 triliun
- Belanja Infrastruktur PUPR: Rp 118,5 triliun
- Belanja Kesehatan: Rp 224 triliun
Dalam sektor pendidikan, setelah dipotong untuk dana lain, alokasi bersihnya hanya tersisa sekitar 14% dari total belanja negara, masih di bawah amanat konstitusi sebesar 20%.
Kesimpulan: Mendesaknya Transparansi dan Solusi Fiskal
Investigasi terhadap dana deposito Rp 285,6 triliun ini patut didukung. Tindak lanjutnya tidak boleh berhenti pada pengungkapan saja, tetapi harus diikuti dengan realokasi dana untuk program buyback obligasi. Langkah strategis ini bukan hanya menghemat beban utang, tetapi juga menyelamatkan masa depan fiskal Indonesia dan memastikan APBN benar-benar digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Artikel Terkait
Pemimpin Geng Gaza yang Diduga Kolaborator Israel Tewas dalam Insiden Penembakan
Pencitraan di Tengah Bencana: Ketika Solidaritas Warga Mengalahkan Gagalnya Negara
Di Balik Kabut Pidie Jaya: Jembatan Putus, BTS Mati, dan Perjuangan Pulihkan Komunikasi Pasca-Bencana
Putin Tegaskan Ambisi Merebut Donbas, Jalan Damai Terasa Semakin Berliku