Gibran Viral Terus, Tapi Kita Butuh Apa Sih Dari Wapres?

- Senin, 30 Juni 2025 | 16:40 WIB
Gibran Viral Terus, Tapi Kita Butuh Apa Sih Dari Wapres?


'Gibran Viral Terus, Tapi Kita Butuh Apa Sih Dari Wapres?'


Nama Gibran kayaknya nggak pernah absen dari lini masa. Mulai dari gaya bicaranya yang datar, ekspresi mukanya waktu debat, sampai cara dia jawab pertanyaan media, semuanya pernah jadi bahan konten. 


Bahkan ada yang bilang, "Gibran nggak usah ngapa-ngapain juga udah viral." Tapi setelah viral, publik nanya: “Sebenernya, Gibran kerja apa sih?”


Ini bukan soal nyinyir. Justru sebaliknya, kita pengen tahu dan pengin percaya bahwa posisi Wakil Presiden itu bukan cuma pajangan. Karena kalau cuma jadi figuran politik, terus buat apa ada Wapres?


1. Viral = Dikenal, Tapi Belum Tentu Didengar


Di era sekarang, viral itu gampang. Tinggal bikin video absurd 30 detik, kasih caption nyeleneh, upload, selesai. 


Tapi jadi pemimpin yang didengerin? Itu butuh waktu dan kepercayaan.


Gibran memang punya panggung besar. Tapi sampai sekarang, publik masih bingung: isunya apa? Fokus kerjanya di mana? 


Apa yang sedang dia perjuangkan? Kita ngerti, mungkin belum banyak yang bisa dilakukan karena baru menjabat. 


Tapi kalau dari awal udah nggak ada arah, gimana orang bisa ngerti mau dibawa ke mana?


Warga tuh nggak nuntut yang muluk-muluk. Cuma pengin tahu: apa peran Wapres buat hidup kita? Apakah cuma ngikutin Presiden? 


Atau sebenarnya punya agenda sendiri yang bisa bantu jawab keresahan anak muda, kayak lapangan kerja, pendidikan yang makin mahal, sampai isu kesehatan mental yang makin nyata?


Kalau Wapres bisa mulai dari situ aja, publik pasti pelan-pelan bakal denger. Karena jujur, banyak dari kita sebenarnya pengen percaya. Tapi yang kita lihat sekarang, Gibran lebih sibuk jadi bahan editan video ketimbang bahan diskusi serius.


2. Wapres Bukan Ban Serep


Kita tahu kok, dalam sistem presidensial, posisi Wakil Presiden sering dianggap "cadangan". 


Tapi kalau cuma jadi pengganti saat Presiden berhalangan, itu terlalu sempit. Harusnya Wapres bisa lebih aktif, lebih vokal, dan lebih kelihatan kontribusinya.


Apalagi Gibran masih muda. Harapan orang justru tinggi. Banyak yang ngira Gibran bakal lebih bisa deket sama isu anak muda karena “ngalamin juga.” 


Tapi ternyata, belum kelihatan itu semua. Sampai sekarang belum ada satu isu pun yang kelihatan digarap serius.


Padahal, di masa transisi digital, pendidikan yang makin berat, dan dunia kerja yang makin nggak jelas, kehadiran pemimpin muda tuh penting banget. 


Sayangnya, publik merasa belum dapat apa-apa selain postingan media dan momen viral.


Wapres seharusnya bisa jadi jembatan antara Presiden dan rakyat, terutama rakyat muda yang makin vokal. 


Bisa jadi penghubung, bisa jadi penyambung suara. Tapi sekarang, publik malah bingung: “Sebenernya dia ngurus apa sih?”


3. Yang Kita Cari "Karisma"


Gibran selalu kelihatan rapi, tenang, dan kalem. Tapi sayangnya, itu belum cukup buat bikin publik ngerasa dia hadir sebagai pemimpin. 


Karisma itu bukan soal penampilan doang, tapi soal kehadiran. Bisa bikin orang ngerasa, “Oke, ini pemimpin gue.” Bisa bikin publik percaya, “Orang ini ngerti masalahnya rakyat.”


Banyak orang nge-fans sama Gibran waktu masih jadi Wali Kota Solo karena terlihat praktis dan nggak neko-neko. 


Tapi sekarang, ketika levelnya udah nasional, ekspektasinya juga naik. Publik pengin lihat pemimpin yang berani ngomong, berani ambil posisi, dan jelas pendiriannya.


Dan kalau terus diam, cuma muncul pas seremoni atau saat diwawancara sekilas, lama-lama publik bakal kehilangan ketertarikan. 


Karisma nggak lahir dari tayangan viral. Karisma lahir dari sikap dan kerja nyata.


Gibran udah ada di posisi penting, dan itu fakta. Banyak orang mungkin masih ngerasa aneh atau nggak percaya, tapi justru karena itu, dia punya kesempatan buat buktiin bahwa anak muda bisa pimpin negeri ini. Bukan sekadar duduk manis dan viral, tapi kerja nyata.


Masyarakat, terutama anak muda, udah terlalu cerdas buat dibuai pencitraan. 


Kita butuh pemimpin yang bisa ngomong langsung ke publik, bukan cuma lewat akun media sosial. Kita butuh Wapres yang punya isi, bukan cuma nama belakang.


Jadi, kalau Gibran serius mau ninggalin jejak kepemimpinan yang kuat, sekarang saatnya. Nggak usah tunggu momen besar. 


Mulai aja dari menunjukkan arah. Dari menyuarakan satu isu. Dari hadir bukan cuma fisiknya, tapi juga pikirannya.


Karena kalau terus-terusan viral tapi nggak terasa perannya, jangan salahkan publik kalau akhirnya bilang: “Kita butuh pemimpin, bukan tokoh meme.” ***

Komentar