[ANALISIS] Menakar Maksud Prabowo Soal Peluang RI Akui Israel, Apakah Perlu?

- Jumat, 30 Mei 2025 | 13:30 WIB
[ANALISIS] Menakar Maksud Prabowo Soal Peluang RI Akui Israel, Apakah Perlu?




MURIANETWORK.COM - Presiden Prabowo Subianto membuat pernyataan mengejutkan saat melakukan konferensi pers bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron di Istana Merdeka, Rabu (28/5).


Prabowo menyampaikan Indonesia siap menjalin hubungan diplomatik dengan Israel begitu negara Palestina diakui oleh Negeri Zionis.


"Saya tegaskan bahwa kita juga harus mengakui dan menjamin hak Israel untuk berdiri sebagai negara yang berdaulat dan negara yang harus juga diperhatikan dan dijamin keamanannya. Karena itu Indonesia sudah menyampaikan begitu negara Palestina diakui oleh Israel, Indonesia siap untuk mengakui Israel dan kita siap untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel," kata Prabowo usai pertemuan bilateral dengan Macron.


Ucapan Prabowo ini menjadi sorotan baik di dalam negeri maupun luar negeri. 


Sebab, selama ini Indonesia menolak mentah-mentah isu menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.


Meski Indonesia kerap menegaskan mendukung solusi dua negara (two state solution) dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina, menjalin hubungan resmi dengan Tel Aviv tampak bukan menjadi perhatian Jakarta.


Pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) berulang kali menegaskan bahwa RI tak pernah berniat menjalin hubungan diplomatik dengan Negeri Zionis. 


Pemerintahan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga sudah berjanji tak akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel.


Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri bahkan dengan lantang menolak untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel sesuai amanah konstitusi dan Konferensi Asia-Afrika di Bandung 1955. 


Sikap ini sejalan dengan penolakan partainya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), terhadap Timnas U20 Israel di Piala Dunia U20 di Indonesia pada 2023 lalu.


Presiden pertama RI, Soekarno, bahkan terus memperjuangkan kemerdekaan Palestina di berbagai misi perdamaian. 


Soekarno menentang keras kolonialisme dan imperialisme yang dilakukan Israel terhadap Palestina.


Apakah RI Mungkin Jalin Hubungan dengan Israel?


Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran Teuku Rezasyah, pernyataan Prabowo mengenai kesiapan RI rujuk dengan Israel tampaknya sebuah hipotetis. Sebab, prospek kemerdekaan Palestina sendiri sangat sulit diwujudkan.


"Karena jika mengikuti persyaratan sebuah negara, sebagaimana dinyatakan dalam Konvensi Montevideo tahun 1933, sangatlah sulit terwujud. Dalam hal ini, Palestina tidak memiliki penduduk yang tetap, batas wilayah yang jelas, juga kemampuan memerintah secara efektif. Modal Palestina saat ini hanyalah pengakuan diplomatik dari banyak negara, yang hanya sebatas Macan Kertas dan tidak bertaring," kata Rezasyah.


Rezasyah menilai ucapan Prabowo mengenai normalisasi dengan Israel ini berpotensi membuat banyak negara tercengang dengan Indonesia. 


Negara-negara di dunia, menurutnya, kemungkinan akan menjadwalkan konsultasi secara mendalam dengan Prabowo guna memahami landasan filosofis dan strategis Indonesia.


Pada waktu yang sama, Rezasyah juga mengingatkan bahwa RI perlu memperhatikan dengan tepat kondisi yang terjadi di beberapa negara Timur Tengah yang menjalin hubungan dengan Israel.


"Dalam kenyataannya, Israel sering ingkar dan menindas masyarakat Palestina, sehingga mempersulit posisi pemerintah negara-negara yang memiliki hubungan diplomatik tersebut dengan rakyat mereka sendiri," ucap Rezasyah.


"Dalam pandangan masyarakat di Timur Tengah, Israel adalah sebuah negara yang sangat munafik. Jika berdialog, cenderung berbohong. Jika terikat dalam perjanjian, cenderung mengingkari. Jika menjalankan perjanjian, cenderung menggunting dalam lipatan," tukasnya.


Rezasyah lantas berujar sekiranya RI terjebak dalam skenario Israel yang paling lunak sekali pun, maka akan ada potensi penolakan dari masyarakat luas di Indonesia.


"Sehingga [ini akan] mempersulit pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menjalankan seluruh agenda Astacita, yang sebenarnya sudah berpihak pada masyarakat sipil di dalam negeri," ucapnya.


Lebih lanjut, Rezasyah mewanti-wanti pemerintah agar menolak langkah-langkah Israel yang kemungkinan dimunculkan di masa depan. 


Langkah-langkah itu seperti pembukaan kantor dagang seperti di Taiwan, pembukaan Pusat Budaya Timur Tengah yang pada intinya memperkenalkan Israel sebagai negara cinta damai, serta pembangunan dialog lintas agama antara Asia Tenggara dan Timur Tengah dengan mengambil model Piagam Madinah.


Meski menilai bahwa wacana normalisasi dengan Israel sangat tidak mungkin, menurut Rezasyah, hal ini bagaimana pun akan membuat RI mengantongi referensi yang membuat Indonesia mampu memainkan peran sentral dalam kemerdekaan Palestina.


"RI akan memiliki referensi paling komprehensif, sehingga memungkinkan RI memimpin GNB dan OKI (Organisasi Kerja Sama Islam) dalam mengupayakan kemerdekaan Palestina," ujarnya.


Waktu yang tidak tepat


Senada dengan Rezasyah, Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia Agung Nurwijoyo mengatakan wacana normalisasi dengan Israel ini tampaknya kurang tepat jika dibicarakan saat ini.


Pasalnya, Palestina hingga kini masih di bawah agresi brutal Israel dan semestinya sikap RI hari ini menghentikan genosida Israel.


"Saya rasa prioritas mendesak hari ini adalah upaya menghentikan genosida Israel atas bangsa Palestina. Isu ini yang seharusnya menjadi prioritas diplomasi Indonesia dalam deeskalasi genosida tersebut alih-alih menggelontorkan ide pembukaan hubungan diplomatik," kata Agung, Rabu (28/5).


Meski begitu, Agung menilai langkah RI saat ini termasuk mendorong upaya penyelesaian konflik Palestina-Israel yakni mencapai solusi dua negara atau two-state solutions.


Pernyataan Prabowo yang memberikan 'syarat mutlak' untuk normalisasi dengan Israel "adalah nilai moral yang harus dijaga."


"Artinya, tidak ada tiket yang gratis. Dalam upaya menciptakan perdamaian jangka panjang, mencapai kemerdekaan dan kedaulatan Palestina adalah prioritas bagi Indonesia karena syarat tersebut juga satu tarikan nafas dengan konstitusi Indonesia terkait menolak penjajahan," tuturnya.


Agung menekankan bahwa perlu menjadi kesadaran dan usaha bersama bahwa kemerdekaan Palestina adalah prioritas. 


Ia berujar hanya dengan kemerdekaan Palestina, Israel dan Palestina berada di ruang yang setara sebagai negara berdaulat.


Sumber: CNN

Komentar