Nama Ali Ghufron Mukti menjadi perbincangan publikm usai pasang mengungkapkan jika BPJS Kesehatan tidak akan bangkrut.
Dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI, Ali Ghufron Mukti yang merupakan Direktur Utama BPJS Kesehatan memastikan lembaga yang dipimpinnya itu tidak akan bangkrut.
Dia juga menyampaikan BPJS Kesehatan membayar klaim maksimal 15 hari. "BPJS tidak akan bangkrut dan tidak akan gagal bayar," ujarnya dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (11/2/2025).
BPJS Kesehatan menjadi perbincangan publik dalam beberapa hari terakhir. Lembaga jaminan sosial di bidang kesehatan itu diisukan bangkrut, setelah dikabarkan baru bisa membayar 3-6 bulan ke rumah sakit setelah klaim diajukan.
Profil dan Kekayaan Ali Ghufron Mukti
Pria kelahiran Blitar, Jawa Timur pada 17 Mei 1962 dilantik menjadi Dirut BPJS Kesehatan oleh Presiden RI ke-7 Joko Widodo pada 22 Februari 2021.
Ali Ghufron memiliki latar belakang mentereng, gelar sarjananya diraih di Fakultas Kedokteran UGM (1988). Sedangkan magisternya di jurusan Tropical Medicine, The Department of Tropical Hygiene, Mahidol University, Bangkok, Thailand (1991). Gelar doktoralnya didapatkan di Faculty of Medicine, University of Newcastle, Australia (2000).
Sebelum menjabat sebagai Dirut BPJS Kesehatan, Ali Ghufron pernah menduduki kursi Wakil Menteri Kesehatan pada 2011-2014 dan Pejabat Sementara Menteri Kesehatan menggantikan Endang Rahayu Sedyaningsih pada 2012.
Namun, sebenarnya dia memiliki latar belakang akademisi. Ali Ghufron lebih dulu menjabat sebagai dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM) sebelum jadi Dirut di BPJS Kesehatan.
Ali Ghufron pernah mengemban tugas menjadi dekan di Fakultas Kedokteran UGM. Kemudian menjadi Ketua Pengelola Gama Medical Center pada 2001.
Berdasarkan laporan LHKPN KPK, Ali Ghufron memiliki total kekayaan Rp36.984.163.792. Harta tersebut terdiri dari 22 petak tanah dan bangunan di Selaman dan Jakarta dengan nilai total Rp28.846.758.420.
Selain itu, Ali Ghufron juga memiliki tiga unit kendaraan yang terdiri dari Nissan Evalia Tahun 2012 senilai Rp60.000.000, sepeda motor Vario Taun 2014 seharga Rp5.000.000, dan Toyota Camry Tahun 2007 bernilai Rp50.000.000.
Dia juga memiliki harta bergerak lainnya Rp216.300.000, kas dan setara kas Rp6.306.105.372, dan harta lainnya Rp1.500.000.000.
Sumber: suara
Foto: Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti/Net
Artikel Terkait
Sudewo Makin Terjepit! 5 Fakta Terbaru Hak Angket Bupati Pati yang Bikin Geger Senayan
Heboh Yusa Cahyo Utomo Donorkan Organ Tubuh Usai Divonis Mati PN Kediri, Ini Alasan dan Sosoknya
Polisi Tangkap Pembunuh Ibu Kandung di Wonogiri
Heboh Yusa Cahyo Utomo Donorkan Organ Tubuh Usai Divonis Mati PN Kediri, Ini Alasan dan Sosoknya Tayang: Sabtu, 16 Agustus 2025 08:53 WIB Tribun XBaca tanpa iklan Editor: Valentino Verry zoom-inHeboh Yusa Cahyo Utomo Donorkan Organ Tubuh Usai Divonis Mati PN Kediri, Ini Alasan dan Sosoknya Tribunjatim.com/Isya Anshari A-A+ INGIN DONOR ORGAN TUBUH - Yusa Cahyo Utomo, terdakwa pembunuh satu keluarga, divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Rabu (13/8/2025) siang. Yusa mengaku menyesali perbuatannya dan berkeinginan menyumbangkan organ tubuhnya kepada sang keponakan yang masih hidup, sebagai bentuk penebusan kesalahan. WARTAKOTALIVE.COM, KEDIRI - Jika seorang terdakwa dijatuhi vonis mati biasanya tertunduk lesu, ada pula yang menangis. Lain halnya dengan Yusa Cahyo Utomo, terdakwa kasus pembunuhan satu keluarga di Kediri, Jawa Timur. Tak ada penyesalan, bahkan dia sempat tersenyum kepada wartawan yang mewancarainya usai sidang vonis oleh Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Rabu (13/8/2025). Dengan penuh percaya diri, Yusa Cahyo Utomo ingin mendonorkan organ tubuhnya usai dijatuhi vonis mati oleh majelis hakim. Baca juga: Alasan Pembunuh Satu Keluarga Tak Habisi Anak Bungsu, Mengaku Kasihan Saat Berusaha Bergerak Tentu ini cukup aneh, namun niat Yusa Cahyo Utomo ini ternyata ada makna yang besar. Donor organ tubuh adalah proses yang dilakukan untuk menyelamatkan atau memperbaiki hidup penerima organ yang mengalami kerusakan atau kegagalan fungsi organ. Biasanya, orang akan secara sukarela menyumbangkan organ tubuhnya untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkan. Saya berpesan, nanti di akhir hidup saya, bisa sedikit menebus kesalahan ini (membunuh) dengan menyumbangkan organ saya, ucapnya dilansir TribunJatim.com. Baca juga: Pelaku Pembunuhan Satu Keluarga di Kediri Ternyata Masih Saudara Sendiri, Ini Motfinya Kalau saya diberikan hukuman mati, saya siap menyumbangkan semua organ saya, apapun itu, imbuhnya. Yusa Cahyo Utomo merupakan warga Bangsongan, Kecamatan Kayen, Kabupaten Kediri. Ia adalah seorang duda cerai dengan satu anak. Yusa merupakan pelaku pembunuhan terhadap satu keluarga di Dusun Gondang Legi, Desa Pandantoyo, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, pada Desember 2024. Yusa menghabisi nyawa pasangan suami istri (pasutri) Agus Komarudin (38) dan Kristina (34), beserta anak sulung, CAW (12). Anak bungsu korban, SPY (8), ditemukan selamat dalam kondisi luka serius. Yusa mengaku ia tak tega menghabisi nyawa SPY karena merasa kasihan. Tersangka meninggalkannya dalam kondisi bernapas. Alasannya dia merasa kasihan pada yang paling kecil, ungkap AKP Fauzy Pratama yang kala itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Kediri, masih dari TribunJatim.com. Hubungan Yusa dengan korban Kristina adalah kakak adik. Pelaku merupakan adik kandung korban. Namun, sejak kecil, Yusa diasuh oleh kerabat lainnya di Bangsongan, Kecamatan Kayen. Selama itu, Yusa tak pernah mengunjungi keluarganya yang ada di Pandantoyo, Kecamatan Ngancar. Dikutip dari Kompas.com, motif Yusa menghabisi Kristina dan keluarganya karena masalah utang dan rasa sakit hati. Yusa memiliki utang di sebuah koperasi di Kabupayen Lamongan sebanyak Rp12 juta dan kepada Kristina senilai Rp2 juta. Karena Yusa tak memiliki pekerjaan dan utangnya terus menumpuk, ia pun memutuskan bertemu Kristina untuk meminjam uang. Kristina menolak permintaan Yusa sebab sang adik belum melunasi utang sebanyak Rp2 juta kepadanya. Penolakan itu kemudian memicu rasa sakit hati bagi Yusa hingga merencanakan pembunuhan terhadap Kristina dan keluarganya. Buntut aksi kejamnya, Yusa tak hanya divonis mati, pihak keluarga juga enggan menerimanya kembali. Sepupu korban dan pelaku, Marsudi (28), mengungkapkan pihak keluarga tak akan menerima kepulangan Yusa. Keluarga sudah enggak mau menerima (jika pelaku pulang), ungkapnya. Kronologi Pembunuhan Rencana pembunuhan oleh Yusa Cahyo Utomo terhadap Kristina dan keluarganya berawal dari penolakan korban meminjami uang kepada pelaku, Minggu (1/12/2024). Sakit hati permintaannya ditolak, Yusa kembali ke rumah Kristina pada Rabu (4/12/2024) dini hari pukul 3.00 WIB. Ia menyelinap ke dapur di bagian belakang rumah dan menunggu Kristina keluar. Saat Kristina keluar, Yusa lantas menghabisi nyawa kakak kandungnya itu menggunakan palu. Suami Kristina, Agus, mendengar suara teriakan sang istri dan keluar untuk mengecek. Nahas, Agus juga dibunuh oleh Yusa. Aksi Yusa berlanjut dengan menyerang anak Kristina, CAW dan SPY. Namun, ia membiarkan SPY tetap hidup sebab merasa kasihan. Usai melancarkan aksinya, Yusa membawa barang berharga milik korban, termasuk mobil dan beberapa telepon genggam. Ia kemudian kabur ke Lamongan dan berhasil ditangkap pada Kamis (5/12/2025). Atas perbuatannya, Yusa dijatuhi vonis mati buntut pembunuhan berencana terhadap Kristina dan keluarga. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Yusa Cahyo Utomo dengan hukuman mati, kata Ketua Majelis Hakim, Dwiyantoro dalam sidang putusan yang berlangsung di Ruang Cakra Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Rabu (13/8/2025), pukul 12.30 WIB, masih dikutip dari TribunJatim.com.