Bagaimana Para Ahli Tafsir Memahaminya?
Membaca ayat ini sekarang terasa seperti dapat penuntun hidup di tengah banjir informasi. Untuk menggali maknanya lebih dalam, mari kita simak bagaimana para mufassir menafsirkannya.
M. Quraish Shihab dalam “Tafsir Al-Misbah” menyoroti sisi psikologisnya. Kata “idza ja’ahum” (apabila datang kepada mereka) menggambarkan betapa info terutama yang terkait rasa aman atau takut sering datang tiba-tiba dan langsung menyentuh emosi. Ada rasa bangga kalau bisa jadi yang pertama share. Tapi Shihab mengingatkan, tidak semua kebenaran wajib disebar. Kalau berpotensi gaduh atau rusak suasana, lebih baik ditahan dulu. Itu bagian dari etika.
Ismail bin Katsir lewat “Tafsir Ibnu Katsir” lebih keras. Beliau mengutip hadis bahwa menyampaikan setiap yang didengar tanpa saring dulu bisa menjerumuskan seseorang pada kedustaan. Bagi Ibnu Katsir, orang yang buru-buru sebarkan hoaks posisinya nyaris sama dengan pembuat hoaks itu sendiri. Tegas sekali.
Wahbah az-Zuhaili dalam “Tafsir Al-Munir” mengupas diksi “yastanbitunahu” yang arti harfiahnya “mengeluarkan air dari dasar sumur”. Ini metafora yang kuat. Maknanya, untuk paham suatu informasi, kita harus menggali sampai ke akarnya. Bukan cuma baca judul atau lihat cuplikannya saja. Prosesnya butuh analisis dan cross-check. Otoritasnya, kata Az-Zuhaili, harus dikembalikan ke Ulil Amri atau dalam konteks sekarang: para ahli dan institusi resmi.
Sementara Ahmad Mushthafa Al-Maraghi lewat “Tafsir Al-Maraghi” melihat dari sudut ketahanan nasional. Ia membagi info jadi dua: berita keamanan (yang bisa bikin euforia berlebihan) dan berita ketakutan (yang bisa runtuhkan mental). Penyebaran berita buruk sebelum waktunya, kata Al-Maraghi, sering jadi senjata musuh untuk melemahkan dari dalam. Solusinya? Masyarakat harus punya self-censorship, kemampuan mengerem diri. Itu kunci kedewasaan bermedia.
Hikmah yang Bisa Kita Petik
Dari semua pembahasan tadi, ada beberapa pelajaran penting yang bisa kita pegang.
Pertama, seni menahan diri. Di era FOMO (Fear of Missing Out), jadi yang paling cepat share bukanlah prestasi. Al-Qur’an mengajak kita pasang “rem” internal. Sebelum pencet tombag bagikan, tanya diri: “Bener nggak nih? Kalau bener, perlu nggak disebar sekarang?”
Kedua, pentingnya menghargai kepakaran. Sekarang semua orang bisa ngomong. Tapi Al-Qur’an mengarahkan kita untuk kembali ke ahlinya. Soal agama, tanya ke ulama yang mumpuni. Soal kesehatan, ke dokter. Jangan cuma percaya thread Twitter yang sumbernya anonim.
Ketiga, jadilah “saringan”, bukan “corong”. Kalau dapat info meragukan, hentikan di kamu. Jangan jadi perantara yang memperluas dampak buruknya. Ingat, satu kali klik bisa pengaruhi ribuan orang.
Keempat, jaga kesehatan mental di ruang digital. Ikuti setiap rumor dan gosip cuma bikin lelah pikiran. Dengan tabayun dan tidak reaktif, kita justru menjaga ketenangan batin sendiri. Al-Qur’an menginginkan kita hidup dalam lingkungan yang stabil, bukan penuh kecurigaan.
Penutup
Dari penelusuran ini, jelas bahwa Al-Qur’an sudah memberi kerangka visioner soal manajemen informasi jauh sebelum internet ada. Analisis sabab nuzul menunjukkan, buru-buru menyebar berita entah itu urusan domestik atau strategis hanya akan ciptakan kegaduhan.
Melalui tafsiran para ulama, kita diingatkan bahwa verifikasi itu bukan cuma urusan teknis. Tapi lebih ke tanggung jawab moral dan spiritual. Di era banjir informasi seperti sekarang, prinsip istinbat atau penggalian mendalam jadi kunci untuk putuskan rantai hoaks.
Jadi, menjadi pribadi yang literat menurut Al-Qur’an berarti punya kemampuan menahan diri dari godaan viral, dan memilih mengembalikan informasi ke ahlinya. Dengan begitu, kita tak cuma hindari dosa fitnah, tapi juga ikut rawat kewarasan publik dan kedamaian di dunia maya. Pada akhirnya, literasi digital adalah wujud nyata ketaatan kita dalam menjaga kebenaran di tengah samudra informasi yang serba tak pasti.
Mahasiswa Universitas PTIQ Jakarta.
Artikel Terkait
10 Aplikasi Payroll Unggulan untuk Atasi Kerumitan Penggajian di Indonesia
Wakil Mensos Pimpin Doa Bersama Warga untuk Korban Bencana Sumatera
Khozinudin Sebut Prabowo-Gibran Bencana Nasional, Unggahan Viral Panas di Facebook
IKN Bersiap Usir Malaria demi Masa Depan Ibu Kota