Foto yang beredar menunjukkan situasi tegang di Ketapang, tapi itu hanya secuil dari kisah yang lebih besar. Insiden penyerangan terhadap prajurit TNI dan karyawan perusahaan oleh sejumlah WNA China di sana bukan cuma bikin geram, tapi juga bikin kita berpikir ulang. Ini lebih dari sekadar keributan di lokasi tambang. Rasanya seperti tamparan telak bagi kedaulatan negara.
Menurut Selamat Ginting, pengamat dari UNAS, masalahnya berlapis. “Izin kerja mereka sudah habis, tapi mereka masih di sini, masih bekerja. Itu pelanggaran hukum pertama,” ujarnya pada Jumat lalu.
“Tapi pelanggaran itu jadi jauh lebih parah ketika mereka berani melukai warga sipil dan aparat dengan senjata. Negara mana pun tak akan membiarkan ini.”
Yang bikin miris, para prajurit dari Batalyon Zeni Tempur 6 itu sama sekali tidak bersenjata. Mereka kalah jumlah dan terpaksa menyelamatkan diri dari hantaman senjata tajam, soft gun, dan benda keras lainnya. Bayangkan saja. Bukan cuma soal pelanggaran imigrasi, ini sudah seperti tantangan terbuka terhadap otoritas kita.
Di sisi lain, kasus ini membuka borok lama: pengawasan tenaga kerja asing yang ternyata masih bolong-bolong, khususnya di sektor pertambangan. Perusahaan yang mempekerjakan mereka patut dipertanyakan. Investasi asing seharusnya mendatangkan kemajuan, bukan malah menebar rasa takut dan konflik di tengah masyarakat.
Artikel Terkait
Rustam Effendi Klaim Foto di Ijazah Jokowi Palsu: Lihat Saja Mulut dan Kacamatanya
Bahlil Tegaskan Golkar Bukan Kendaraan Pribadi
Membongkar Kultur Diam: Ketika Kompromi Melahirkan Ketimpangan
Jogja Siaga Sampah, Lonjakan 40 Persen Mengintai Saat Nataru