Kesadaran akan kesehatan mental di Indonesia tampaknya kian menguat. Tapi, di balik itu, ada sisi lain yang mengkhawatirkan. Bisa dibilang, meningkatnya perhatian ini bagai dua sisi mata uang di satu sisi positif, namun sekaligus menandakan potensi masalah yang juga makin besar di tengah masyarakat.
Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) bertajuk CERDAS untuk Indonesia: Potret Masalah Perilaku dan Emosional di Indonesia yang dirilis akhir Juni 2025 mengonfirmasi tren ini. Menurut studi mereka, minat orang Indonesia terhadap topik kesehatan mental melonjak, terlihat dari indeks pencarian Google. Peningkatan signifikan pertama kali tercatat di penghujung 2019 dan awal 2020.
“Studi menunjukkan kenaikan pencarian topik kesehatan mental bersamaan dengan kenaikan kata kunci yang berhubungan dengan kesehatan mental, seperti: ‘merasa sendiri’, ‘khawatir’, ‘mudah marah’, ‘pemarah’, ‘cemas’, dan ‘takut,” tulis BPS.
Data lain yang lebih suram datang dari catatan Polri. Angka kasus bunuh diri terus merangkak naik dari tahun ke tahun. Per 7 November 2025, tercatat 1.270 kasus. Jumlah itu melonjak 106 persen dibandingkan tahun 2021 yang 'hanya' 617 kasus.
Tren peningkatannya konsisten. Pada 2022 naik jadi 899 kasus, lalu melesat ke 1.350 kasus di 2023. Tahun 2024 pun tak berbeda, kasus kembali naik menjadi 1.439 angka tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Healing119, Upaya Pemerintah Menjawab Jeritan Hati
Menyikapi situasi ini, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akhirnya meluncurkan layanan darurat. Namanya Healing119 ID, resmi beroperasi sejak 31 Juli 2025 lalu.
Untuk keadaan darurat bunuh diri, masyarakat bisa langsung menghubungi nomor 119. Sementara bagi yang butuh curhat dan konseling gratis, tersedia layanan WhatsApp Healing119 ID.
Bagaimana pengalaman menggunakan layanan ini? Kami mencoba menjajalnya.
Percobaan pertama dilakukan pada 18 November. Setelah mengirim pesan, balasan bot datang hampir instan. Kami memilih menu 'Hubungi Konselor'. Prosesnya tak langsung mulus. Butuh waktu tunggu yang cukup panjang, hampir 4,5 jam, sebelum akhirnya terhubung dengan seorang konselor dari RS Marzoeki Mahdi.
Setelah mengisi data, kami mengeluhkan perasaan berat menjalani hidup. Konselor merespons dalam 5-6 menit, memberikan penjelasan dan tips untuk menenangkan diri. Percakapan berlangsung selama 41 menit. Konselor terlihat responsif dan jawabannya cukup mendalam, meski di akhir sesi ada satu pertanyaan kami yang tak sempat terjawab karena waktu habis.
Namun begitu, percobaan kedua sehari kemudian tak semulus yang pertama.
Artikel Terkait
Kaki Terjebak Jeruji Besi, Damkar Bogor Selamatkan Ibu di Tepi Jalan
Roy Marten Dikejutkan Tamu Tak Diundang: Ular Sanca 1,5 Meter di Pekarangannya
Kisah Audi: Melawan Stigma dan Biaya demi Kesehatan Mental
PBHI Soroti Celah Hukum Penempatan Polisi Aktif di 17 Lembaga