“Setelah pemerintah membagikan Interactive Flat Panel, tantangannya adalah bagaimana kita bisa menyiapkan konten-konten yang kreatif, yang menarik, dengan jumlah yang memang banyak, besar,” tutur Fajar.
Ia melihat pergeseran yang jelas. Anak-anak masa kini, menurutnya, lebih mudah terlibat dengan materi visual dan pendekatan seperti permainan. Buku teks konvensional? Itu sudah ketinggalan zaman bagi banyak dari mereka.
“Anak-anak hari ini bosan baca buku, apalagi nggak ada gambarnya,” katanya blak-blakan.
Lalu, solusinya apa? Fajar justru melihat peluang besar di tangan para guru sendiri. Ia mendorong mereka untuk tidak hanya menjadi konsumen, tapi juga pencipta.
“Bapak Ibu guru boleh membikin konten, diusulkan masuk ke dalam IFP nanti akan dikurasi. Sehingga konten Bapak Ibu bukan hanya dipelajari oleh anak-anak di sekolah sendiri, tapi juga di sekolah yang lain,” ajaknya.
Pada akhirnya, semuanya bermuara pada semangat berbagi. Pertukaran pengetahuan antar guru, menurut Fajar, adalah kunci untuk membangun ekosistem digital yang benar-benar hidup dan berkelanjutan.
“Pengetahuan itu kan dibagi, bukan dikuasai. Semakin pengetahuan dibagi, maka dia akan memberikan dampak yang lebih luas,” tandasnya menutup pembicaraan.
Artikel Terkait
BMKG Gencarkan Modifikasi Cuaca Hadapi Puncak Hujan dan Tiga Siklon di Awal 2026
Dilraba dan Arthur Chen Bersatu dalam Love Beyond the Grave, Kisah Cinta Guru Spiritual dan Jenderal Misterius
Mahasiswa UWKS Dijatuhi DO dan Ditangkap Polisi Usai Unggah Konten Rasis
Danantara Garap Hotel dan Lahan Strategis di Dekat Masjidil Haram