Al-Rāzī juga bilang, perintah bergegas ini berkaitan dengan waktu sebagai unsur etis. Semakin cepat seseorang kembali, semakin besar peluangnya meraih kesempurnaan spiritual.
Terakhir, al-Qurṭubī. Ia menekankan kata “al-muttaqīn” (orang-orang bertakwa) sebagai batasan penting. Surga itu khusus disediakan untuk mereka yang memenuhi kriteria ketakwaan. Dan takwa itu sendiri punya cakupan luas: dari meninggalkan dosa besar, menjalankan perintah, hingga memperbaiki hubungan sosial.
Gambaran “seluas langit dan bumi” menurutnya menunjukkan kapasitas tanpa batas. Balasan Allah untuk hamba-Nya yang taat takkan pernah kekurangan ruang.
Dari keempat penafsiran itu, terlihat bahwa ayat ini bukan cuma perintah beribadah. Ini perintah untuk bergerak. Bergerak secara spiritual, moral, dan sosial. Amanatnya tegas: ampunan dan surga bukan cuma ditunggu, tapi dikejar dengan sungguh-sungguh.
Dalam konteks sekarang, pesannya terasa mengena. Kita sering berlomba-lomba mengejar hal duniawi: karir, harta, popularitas. Tapi untuk urusan amal dan perbaikan diri, kita lamban. Ayat ini mengingatkan agar kita menata ulang prioritas.
Ia juga mengkritik sikap fatalis, yang beranggapan pahala akan datang sendiri tanpa usaha. Tidak. Al-Qur’an menegaskan, keberhasilan spiritual butuh tindakan aktif. Menunda kebaikan karena sibuk adalah penyakit spiritual masyarakat modern.
Hikmah yang Bisa Kita Petik
1. Jangan Menunda Taubat. Ini pelajaran paling mendasar. Menunda taubat sering muncul dari rasa percaya diri yang keliru, seolah kita masih punya banyak waktu. Padahal, tak ada yang tahu. Ayat ini mengingatkan, kesempatan itu terbuka, tapi tak ada jaminan akan tetap ada. Maka, lakukan sekarang.
2. Kompetisi itu Sehat, Asal… Allah justru memerintahkan kita berlomba dalam kebaikan (musāra‘ah). Berlomba dalam sedekah, menolong, menuntut ilmu, meningkatkan kualitas ibadah. Ini jadi penyeimbang bagi gaya hidup yang hanya fokus pada kompetisi duniawi yang seringkali tak sehat.
3. Optimisme itu Perlu. Ayat ini menunjukkan betapa luasnya rahmat Allah. Sekalipun dosa menumpuk, pintu ampunan tak pernah tertutup. Ini fondasi penting untuk kesehatan spiritual, mengusir rasa putus asa yang bisa menghinggapi siapa saja.
4. Takwa yang Holistik. Surga untuk orang bertakwa. Tapi takwa bukan cuma shalat dan puasa. Ia mencakup kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan menghindari kezaliman pada sesama. Pemahaman yang utuh ini membuat hidup kita seimbang.
5. Surga sebagai Motivasi. Gambaran surga yang luas itu bukan cuma info metafisik. Ia adalah strategi pendidikan ilahi. Sebuah motivasi besar agar kita tetap sabar dalam ujian, bertahan dalam kebaikan, meski godaan dan tantangan hidup datang bertubi-tubi.
Penutup
Pada akhirnya, QS. Ali Imran ayat 133 ini adalah ajakan spiritual yang relevan di segala zaman. Ia memerintahkan kita untuk bersegera, berlomba, dan tak berpangku tangan.
Melalui analisis para mufassir, terlihat jelas tekanannya pada gerakan aktif. Bukan sikap pasif.
Secara praktis, ayat ini mengajarkan bahwa perubahan harus dimulai sekarang. Bahwa kompetisi kita harus diarahkan pada hal yang bernilai kekal. Bahwa harapan dan optimisme adalah bagian dari iman. Dan bahwa ketakwaan mesti merasuk ke semua lini kehidupan.
Dengan begitu, ayat ini menjadi panduan untuk membangun pribadi muslim yang produktif, tidak hanya mengejar kesalehan individu tapi juga kontribusi sosial. Paradigma yang dibentuknya sederhana tapi kuat: kesuksesan sejati hanya diraih dengan kecepatan dan kesungguhan dalam meraih ridha-Nya.
"Penulis adalah mahasiswa Jurusan Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Universitas PTIQ Jakarta.
Artikel Terkait
Danantara Garap Hotel dan Lahan Strategis di Dekat Masjidil Haram
Sidang Perdana Nadiem Cs: Kasus Chromebook Rp2,1 Triliun Dibuka
Ijazah Asli Jokowi Akhirnya Dipertontonkan di Ruang Penyidik
Yaman: Medan Duel Saudi-Iran yang Tak Kunjung Padam