Implikasi dari kebohongan yang dilakukan oleh orang-orang berpendidikan justru lebih berbahaya. Bayangkan, mereka digaji dari uang rakyat, berasal dari kalangan cerdas, tapi penerapan ilmunya keliru dan kontraproduktif. Ini jelas melenceng dari tugas utama: mencerdaskan kehidupan bangsa. Ambiguitas pengetahuan yang mereka sebarkan justru bisa menjerumuskan banyak orang. Ujung-ujungnya ya ke jurang kebodohan dan mentalitas sakit. Dampaknya luas: merusak adab, moralitas, dan kebudayaan. Sungguh memalukan.
Maka, memindahkan UGM ke daerah baru, entah ke tanah Sumatera Utara atau ke sebuah gedung tinggi di Jakarta, barangkali bisa jadi faktor penyelamat. Minimal, bagi minoritas di dalam kampus yang masih terbebas dari "residu" pemikiran tertentu. Dengan niat baik, kita bisa berharap: di tempat baru nanti, tidak akan lagi muncul bakat-bakat intelektual semacam Kasmujo atau Sofian Effendi. Juga para alumni yang lelap tidur, tidak proaktif, atau yang lebih parah pandai dan berani tapi terjebak primordialisme serta ingin menipu sejarah perjuangan kelompok tertentu.
Kesimpulan dan saran saya sederhana.
Kepada Bapak Prabowo Subianto, saya mohon dengan hormat. Sebagai Presiden terpilih, tolong pertimbangkan untuk memindahkan lokasi UGM, salah satu aset berharga dunia pendidikan kita. Pindahkan ke Sumut, Jakarta, atau daerah lain yang Bapak anggap tepat.
Tujuannya untuk penyembuhan. Mentalitas dan moralitas UGM, sayangnya, tampak jelas "telah tercemar". Dan langkah drastis ini mungkin saja jadi obatnya.
Artikel Terkait
Billie Eilish Berhadapan dengan Miliarder AS, Tegaskan Dukungan untuk Palestina Tak Bisa Ditawar
Sjafrie Siap Berantas Pengkhianat di Balik Tambang Indonesia
UIKA Championship 2025 Sukses Digelar, Siap Naik Kelas Jadi Ajang Internasional
Cak Imin: Banjir Sumatera Alarm Keras Kelalaian Kita pada Alam