Di sisi lain, pemimpin juga harus mendorong kecerdasan rakyat. Rakyat yang kritis dan pintar adalah benteng terkuat melawan manipulasi. Pemimpin yang baik tak akan takut pada rakyatnya yang berintegritas dan cerdas. Justru sebaliknya. Ia tahu, kecerdasan kolektif akan menguatkan demokrasi dan mencegah kesewenang-wenangan. Pemimpin yang buruklah yang senang melihat rakyatnya dibiarkan bodoh, mudah dikendalikan, dan tergiur politik uang.
Budaya yang adil dan beradab juga perlu dibangun. Sistem harus memberi ruang bagi semua warga untuk berkontribusi, bukan cuma menguntungkan mereka yang dekat dengan kekuasaan. Keadilan sosial bukan jargon kosong. Itu fondasi agar masyarakat percaya negara bekerja untuk mereka. Tanpa rasa keadilan, yang muncul adalah apatis atau bahkan perpecahan. Tugas pemimpinlah memastikan keadilan itu diwujudkan, bukan sekadar diucapkan.
Pemimpin juga mesti punya visi jangka panjang. Jangan terjebak popularitas sesaat atau strategi mempertahankan kekuasaan yang mengorbankan masa depan. Kebijakan yang tepat seringkali tak populer. Tapi pemimpin sejati akan memilih keberlanjutan, bukan tepuk tangan. Mereka fokus pada pembangunan karakter bangsa kerja keras, kejujuran, gotong royong karena perubahan sejati lahir dari mentalitas, bukan sekadar regulasi.
Mengutip Sutan Syahrir, tokoh besar kita yang pernah menjadi Perdana Menteri,
Pemimpin yang berpihak pada kebenaran dan menolak penyelewengan adalah benteng moral negara. Tanpa mereka, reformasi cuma jadi tulisan di kertas. Tapi dengan keberanian dan integritas, bangsa ini masih punya harapan untuk jadi lebih bermartabat, adil, dan sejahtera.
10 Desember 2020
Rumah Cokro 42A, Menteng, Jakarta Pusat
Artikel Terkait
Vape Berisi Obat Bius Senilai Rp 17 Miliar Digerebek Polisi di Medan
Usia 16 Tahun Jadi Batas Buka Akun Media Sosial Berisiko Tinggi
Kasus Pemerkosaan Sopir Online Bongkar Rantai Pemasok Sabu
Ribuan Kayu Bersertifikat Terdampar di Lampung, Kemenhut Bantah Kaitannya dengan Banjir