Nadiem Hadapi Sidang Perdana Kasus Chromebook Senilai Rp 2,1 Triliun

- Rabu, 10 Desember 2025 | 10:30 WIB
Nadiem Hadapi Sidang Perdana Kasus Chromebook Senilai Rp 2,1 Triliun

Persidangan kasus korupsi pengadaan Chromebook akhirnya memasuki babak baru. Nadiem Makarim, mantan Mendikbudristek, akan menghadapi sidang perdananya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa, 16 Desember 2025 mendatang. Bersamanya, tiga nama lain juga akan duduk di kursi terdakwa: Ibrahim Arief (eks konsultan Kemendikbudristek), Sri Wahyuningsih (mantan Direktur SD), dan Mulyatsyah (eks Direktur SMP).

“Dengan ini menginfokan jadwal sidang perdana kasus pengadaan Chromebook Kemendikbud dengan terdakwa Nadiem Makarim dkk, yaitu pada Selasa 16 Desember 2025,” jelas Juru Bicara PN Jakpus, M. Firman Akbar, kepada wartawan Rabu lalu.

Majelis hakim yang akan memimpin persidangan pun sudah ditetapkan. Purwanto S. Abdullah ditunjuk sebagai ketua, dengan anggota Hakim Ni Kadek Susantiani, Sunoto, Mardiantos, dan Andi Saputra. Mereka akan menggarap perkara yang diduga bermula sejak 2019-2022 ini.

Inti masalahnya, menurut Kejagung, terletak pada proses penyusunan kajian teknis. Awalnya, tim teknis melaporkan bahwa spesifikasi pengadaan peralatan TIK tahun 2020 tak boleh mengarah pada sistem operasi tertentu. Namun, Nadiem diduga memerintahkan perubahan.

“Diubah agar merekomendasikan khusus penggunaan Chrome OS, sehingga mengarah langsung pada pengadaan Chromebook,” papar Riono Budisantoso, Direktur Penuntutan pada Jampidsus Kejagung, dalam jumpa pers Senin (8/12).

Padahal, pengadaan serupa di tahun 2018 dinilai gagal. Tapi, pengadaan itu diulang lagi pada 2020-2022 tanpa dasar teknis yang objektif. Menurut Riono, tindakan ini bukan cuma mengarahkan proses ke produk tertentu, tapi juga melawan hukum dan menguntungkan berbagai pihak di lingkungan kementerian maupun penyedia jasa.

Akibatnya, negara dirugikan. Perhitungan Kejagung menyebut ada kemahalan harga Chromebook senilai Rp 1,56 triliun. Lalu, ada lagi pengadaan Chrome Device Management yang dianggap tak perlu dan tak bermanfaat, senilai Rp 621 miliar lebih.

“Sehingga total kerugian negara mencapai lebih dari Rp 2,1 triliun,” tegas Riono.


Halaman:

Komentar