“Hari ini hanyalah satu langkah dari rangkaian panjang perjuangan kita. Komitmen kita tetap sama: memastikan anggaran daerah digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat, bukan untuk proyek yang tidak prioritas,” ujarnya.
Adapun lima tuntutan utama mereka cukup jelas. Pertama, membatalkan proyek pembangunan rumah dinas atau Pendopo Bupati yang dianggarkan Rp 15 miliar karena dinilai tidak mendesak dan tidak bermanfaat langsung bagi masyarakat.
Kedua, mengalihkan dana sebesar itu untuk hal-hal yang lebih krusial. Misalnya, penanganan banjir yang kerap melanda, perbaikan fasilitas pendidikan dan kesehatan, serta infrastruktur dasar yang masih memprihatinkan.
Tuntutan ketiga dan keempat menyasar isu lingkungan dan transparansi. Mereka mendesak pemerintah daerah menindak tegas perusak lingkungan dan benar-benar menjalankan UU Keterbukaan Informasi Publik.
Terakhir, mereka meminta DPRD Kabupaten Mempawah melibatkan masyarakat dalam setiap proses musyawarah penting, seperti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan rapat paripurna.
Aksi ini bukan yang pertama. Menurut catatan, unjuk rasa perdana digelar di kantor DPRD pada 2 Desember 2025, lalu disusul aksi kedua di tempat yang sama keesokan harinya. Aksi ketiga atau "jilid 3" kemudian berpindah ke kantor Bupati pada 8 Desember. Inti tuntutan mereka satu: meminta Bupati membatalkan proyek senilai Rp 15 miliar itu. Dan kini, di aksi keempat, perjuangan itu masih terus bergema.
Artikel Terkait
Billie Eilish Berhadapan dengan Miliarder AS, Tegaskan Dukungan untuk Palestina Tak Bisa Ditawar
Sjafrie Siap Berantas Pengkhianat di Balik Tambang Indonesia
UIKA Championship 2025 Sukses Digelar, Siap Naik Kelas Jadi Ajang Internasional
Cak Imin: Banjir Sumatera Alarm Keras Kelalaian Kita pada Alam