Kementeriannya bahkan sudah mengambil tindakan tegas dengan menghentikan sementara operasi empat perusahaan di Daerah Aliran Sungai Batang Toru, Tapanuli Selatan. Salah satunya adalah perusahaan tambang emas.
“Ini sedang didalami. Makanya kemarin kita hentikan,” tutur Hanif. Ia tak mau ambil risiko. “Kita tidak bisa menduga-duga, ya.”
Meski fasilitas pengolahan air limbah perusahaan tersebut terlihat canggih dan mumpuni, Hanif bersikukuh perlu audit lingkungan independen. Perintah audit itu konnya akan segera ia tanda tangani. “Perlu audit lingkungan untuk membuktikan ini,” terangnya.
Isu kayu gelondongan ini sendiri sebelumnya telah ramai diperbincangkan. Video yang memperlihatkan puluhan batang kayu besar hanyut di sungai Sumatera Utara dan Barat viral di media sosial. Banyak warganet yang langsung menghubungkannya dengan praktik deforestasi, yang diduga memperparah banjir dan longsor belakangan ini.
Nah, usulan Hanif ini seperti dua sisi mata uang. Di satu sisi, ia menawarkan solusi pragmatis untuk memanfaatkan kayu yang terbuang. Di sisi lain, ia juga membuka pintu investigasi lebih dalam soal dampak lingkungan dari industri ekstraktif di kawasan rawan bencana. Langkah selanjutnya, tinggal menunggu realisasi di lapangan.
Artikel Terkait
Setelah Bantuan Pokok, BKKBN Siapkan Trauma Healing untuk Korban Bencana Sumatera
BMKG Ingatkan Ancaman Banjir Rob Mengintai Pesisir Saat Libur Nataru
BMKG Pastikan Indonesia Aman dari Tsunami Usai Gempa 7,3 Magnitudo Guncang Jepang
Gempa 7,6 Magnitudo Guncang Aomori, Peringatan Tsunami Diberlakukan