Tapi bukan berarti semuanya mulus. Ada momen-momen mencekam yang sulit dilupakan. Suatu kali di sebuah gampong dekat pantai di Bireun saya lupa namanya kami nyaris diusir. Banyak warga yang belum fasih Bahasa Indonesia. Kami dicurigai sebagai mata-mata TNI dan disuruh segera angkat kaki dari kampung itu.
Bahkan pernah ada 'masalah' kecil dengan seorang eks Panglima Sagoe. Beliau beli produk, lalu komplain. Saat itu saya sudah keluar dari perusahaan. Saya minta beliau hubungi kantor langsung, karena alamat dan perusahaannya jelas. Awalnya beliau ngamuk dan mengancam. Setelah saya jelaskan dengan kepala dingin, akhirnya beliau paham dan menuruti saran saya.
Pasca perdamaian, saya malah semakin sering menjelajah Aceh. Meulaboh, Nagan Raya, Blang Pidie, Takengon sempat saya tinggali berbulan-bulan. Dari obrolan dengan masyarakat biasa, tokoh adat, pengusaha, hingga pejabat, saya membangun banyak kenalan dan persahabatan.
Sebagai seorang marketing yang turun langsung ke lapangan, saya merasa cukup paham karakter orang Aceh. Mereka keras kepala, itu betul. Tapi loyalitasnya pada teman tak perlu diragukan lagi. Sangat memuliakan tamu. Wajahnya mungkin serius, tapi humorisnya kering dan tajam.
Masyarakat Aceh itu relijius, ya. Tapi penghormatan mereka pada pemeluk agama lain juga luar biasa. Saya ingat, di masa konflik sekalipun, beberapa gereja di Langsa justru 'dijamin' oleh GAM. Tak ada yang mengganggu. Begitu pula dengan klenteng-klenteng tua yang usianya bahkan lebih sepuh dari Republik ini. Tetap berdiri kokoh dan berfungsi.
Jadi, kalau sekarang terdengar lagi teriakan 'merdeka', saya yakin itu bukan keinginan untuk kembali berperang. Itu lebih pada luapan kekecewaan yang sudah menumpuk.
Pada dasarnya, mayoritas rakyat Aceh sudah berdamai dengan masa lalu. Mereka menerima Indonesia. Hanya saja, kekecewaan yang terus diabaikan bisa menggerus penerimaan itu. Apalagi bagi sebuah bangsa yang besar dan kuat yang, kalau bukan karena tsunami, mungkin perdamaian tak akan pernah terwujud.
Jadi, tahan dulu lidah yang ingin memaki. Datanglah ke Aceh. Cicipi kuah Pliek U yang kaya rasa. Rasakan keramahan mereka yang tulus. Nikmati cara mereka memuliakan tamu. Saya jamin, perspektif Anda akan berubah.
Aceh Lon Sayang, tetap semangat. Kalian adalah bangsa kuat, keturunan orang-orang mulia!
(")
Artikel Terkait
Gotong Royong TNI-Pemadam Bersihkan RSUD Aceh Tamiang dari Sisa Banjir
BPN DIY Pastikan Sertifikat Tanah Mbah Tupon Akan Direbut Kembali
Hashim Djojohadikusumo Buka Suara: Komitmen Gerindra pada Disabilitas Sudah Ada Sejak Masih Partai Bocil
Guru SD Depok Ditemukan Meninggal di Pinggir Jalan Gunung Putri