Kabut masih menggantung di udara ketika Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, tiba di Meunasah Lhok, Pidie Jaya, Kamis lalu. Wilayah ini termasuk yang paling parah dilanda bencana. Yang langsung terlihat adalah kondisi sungainya. Aliran air sudah tak karuan, masuk ke kampung-kampung karena dasar sungai dangkal sekali.
Lumpur mengendap di mana-mana, cekungannya tertutup hingga rata. Akibatnya, air meluber begitu saja ke permukiman warga.
“Sungai-sungai baru tercipta, dan banjir memenuhi jalan depan rumah penduduk,” ujar Nezar, menceritakan apa yang disaksikannya pada 4 Desember 2025 itu.
Rumah-rumah warga tak luput. Banyak yang tertimbun material lumpur, tingginya bisa mencapai satu setengah meter. Menurut Nezar, pemulihan sungai butuh upaya serius. Bekas endapan lumpur yang memanjang sekitar satu kilometer itu harus digali agar aliran kembali normal. Baru setelah itu, program rekonstruksi kawasan bisa benar-benar dikerjakan.
“Saya lihat sendiri, banyak warga, laki-laki dan perempuan, kerja keras membersihkan rumahnya. Mereka pakai sekop, menggali lumpur pasir yang sudah mengeras. Bahkan ada yang setinggi pintu,” jelasnya.
Dari Pidie Jaya, perjalanan dilanjutkan ke Bireuen. Tujuannya, memeriksa dan memulihkan jaringan telekomunikasi yang terputus.
“BTS di Aceh umumnya terganggu karena listrik padam. Sekarang separuhnya sudah bisa menyala. Kita koordinasi dengan PLN dan Pertamina, mudah-mudahan dalam pekan ini 75 sampai 90 persen BTS beroperasi kembali,” ungkapnya.
Sebelum berangkat, Nezar sempat menyerahkan bantuan satu unit Starlink dan genset kepada Bupati Pidie Jaya. Alat itu untuk mendukung komunikasi di pos-pos bantuan.
Artikel Terkait
Tumbang Alami dengan Nomor Seri: Bukti atau Kebetulan?
Di Balik Tenda Proyek, Perang Dua Wajah Jurnalisme Terbongkar
Banjir Bandang dan Pelajaran dari Suku Baduy: Saatnya Kembali pada Harmoni
Di Balik Status Bencana Nasional: Politik, Anggaran, dan Kerumitan di Tengah Duka Aceh dan Sumatera