Hakim Andi Saputra, yang membacakan pertimbangan putusan, tak sungkan menyoroti kontradiksi pedih ini.
"Bahwa terdakwa aktif memperjuangkan independensi hakim dan bahkan menulis buku berjudul 'Kesaksian Perjuangan: Kisah Nyata Para Pengadil Menuntut Hak-hak Konstitusional dan Independensi Kekuasaan Kehakiman'. Namun ternyata kemudian menerima suap yang merusak independensi tersebut," tegas Andi.
Dalam pembelaannya, Djuyamto sempat mengungkit rekam jejak positifnya itu, berharap mendapat keringanan. Sayangnya, bagi majelis hakim, hal itu justru memperberat posisinya. Andi memaparkan, dengan latar belakangnya, seharusnya Djuyamto paling paham dan sadar betul dampak dari perbuatannya. Bahkan, tindakannya disebut sebagai sebuah kemunafikan.
Efeknya pun meluas. Perbuatan satu orang ini membuat publik dan seluruh hakim di Indonesia tercengang, mempertanyakan integritas institusi.
"Membuat masyarakat Indonesia dan sesama hakim seluruh Indonesia bertanya-tanya: Jika yang memperjuangkan independensi hakim saja menerima suap, maka kepada siapa lagi kita bisa percaya," ujar Andi.
Ia melanjutkan, "Sehingga, apa yang dilakukan terdakwa di atas seperti petir di siang bolong dan meruntuhkan kepercayaan yang selama ini disematkan ke pundak terdakwa."
Sebuah akhir yang tragis bagi seorang yang pernah dianggap pejuang. Kini, namanya tercatat sebagai bagian dari masalah yang dulu ia lawan.
Artikel Terkait
Mantan Panitera Divonis 11,5 Tahun Bui Terkait Suap Vonis CPO
Ojol di Bogor Minta Pengawalan Polisi, Ini yang Terjadi di Jalan Gelap Sepi
Kapolri Sigit Minta Buruh Tunjukkan Kedewasaan, Jaga Ketertiban Dema Iklim Investasi
Honda HR-V dan Fortuner Bekas: Jejak Uang Suap Hakim Agam dan Ali