Selasa siang itu, Ema (48) masih terduduk lesu di halaman rumahnya. Pikirannya melayang ke hari sebelumnya, Senin, ketika air banjir tiba-tiba memenuhi ruang hidupnya. Bayangan itu masih jelas, terlalu jelas.
Perempuan asal Desa Mekar Rahayu, Kabupaten Bandung ini sehari-hari bekerja sebagai asisten rumah tangga. Tapi ada satu kepercayaan lain yang diembannya: mengelola usaha jahit milik majikannya di kontrakan petak yang ia tempati. Sudah hampir sepuluh tahun ia bekerja di sana, hubungannya dengan sang majikan lebih dari sekadar pekerja. Itu sebabnya, mesin-mesin jahit itu dititipkan padanya. Pendapatannya ia dapat dari sistem bagi hasil setiap pekan.
Namun begitu, semua itu kini terhenti.
Banjir setinggi satu setengah meter telah merendam segalanya. Tujuh unit mesin jahit tak lagi berfungsi, basah dan diam.
"Punya majikan. Ibu teh kerja udah lama, hampir 10 tahunan, jadi udah percaya dia teh. Jadi anaknya teh nitipin mesin gitu, bukan punya ibu sendiri," ujar Ema.
"Jadi udah dipercaya ibu teh. Sekarang kena dampak ini enggak bisa maju lah. Kan itu servonya mati semua kerendam," lanjutnya dengan suara lirih.
Dampaknya langsung terasa. Ia kehilangan sumber pencarian. "Kerendam, mau dijemur gak ada panas tadi. Dibenerin kayaknya bisa, tapi kan perlu duit. Boro-boro, ada yang ngasih nasi rames tadi juga nggak ada," keluhnya.
Usaha jahit itu adalah tulang punggung utama suaminya, sementara ia menyambi sebagai ART. Sekarang, keduanya mandek. Kerugiannya ia perkirakan sudah menembus Rp 200.000 lebih sejak banjir datang.
Artikel Terkait
Operasi Zebra Krakatau 2025 Catat 14 Ribu Pelanggar di Bandar Lampung
Anggaran Rp 30 Miliar untuk Rumah Dinas Bupati Mempawah Terancam Gagal
Kepala Lapas Dicopot Usai Video Paksa Makan Daging Anjing ke Napi Muslim Viral
Gempa 5 Magnitudo Guncang Nias Selatan, Getaran Terasa hingga Sibolga