Lalu, poin kedua menyangkut penyitaan barang yang dinilai ngawur. Artinya, barang yang disita aparat sama sekali tidak berkaitan dengan tindak pidana yang diduga.
Eddy memberi contoh konkret. “Misal tempus delicti-nya, waktu kejahatannya, antara 2024 sampai 2025. Tapi barang yang disita malah sudah ada sejak 2020 atau tahun sebelumnya. Itu jelas tidak nyambung,” terangnya.
Menurut sejumlah saksi, praktik semacam ini kerap terjadi di lapangan.
Dan yang terakhir, persoalan penangguhan penahanan juga kini bisa diajukan ke praperadilan. “Jadi, kalau seharusnya seseorang ditahan tapi kemudian ditangguhkan, keputusan itu bisa diperiksa ulang lewat jalur praperadilan,” pungkas Eddy.
KUHAP baru ini sendiri sudah disahkan DPR dalam rapat paripurna pertengahan November lalu. Namun begitu, aturan ini belum langsung berlaku. Penerapannya baru akan efektif mulai 2 Januari 2026, bersamaan dengan KUHP baru.
Perubahan ini, di sisi lain, diharapkan bisa memberi perlindungan lebih bagi masyarakat dan mengawasi kinerja aparat penegak hukum. Tentu, implementasinya nanti yang akan berbicara.
Artikel Terkait
Peta Konsesi Prabowo dan Jejak Banjir Bandang di Aceh
Demo Sopir Mikrolet Bikin Bus Trans Manado Mogok Total
Ekskavator Berjibaku, Akses ke Aceh Tamiang Diharapkan Pulih Total Besok
Banjir Sumatera dan Polemik di Balik Perusahaan yang Dituding Jadi Biang Kerok