Di sisi lain, hak prerogatif pengampunan yang seharusnya menjadi alat koreksi kesalahan peradilan, malah dipelintir fungsinya. Trump menggunakannya untuk membatalkan putusan pengadilan dan memberi penghargaan pada kekerasan politik. Para perusuh yang sudah dihukum pengadilan yang tindakannya menyerang jantung proses peralihan kekuasaan justru dibentuk ulang jadi "patriot" bahkan "martir".
Laporan itu menyebut, banyak karyawan yang cemas akan balas dendam dari orang-orang yang diampuni itu. Bayangkan saja, bagaimana semangat penegak hukum saat mereka tahu bahwa pelaku yang mereka sidik bisa saja dibebaskan karena pertimbangan politik? Keberanian dan tekad mereka pasti terganggu. Pada akhirnya, ini membatasi kemampuan FBI untuk bertindak tegas terhadap kekuatan politik tertentu.
Jadi, akar kekacauan di FBI saat ini bukanlah karena para pegawainya mengidap "Trump Derangement Syndrome". Kekacauan itu justru produk langsung dari upaya Trump mengkonsolidasi kekuasaan pribadi dan melemahkan semua kekuatan yang bisa melakukan checks and balances. Ambisinya adalah membangun struktur kekuasaan yang terpusat, di mana presiden bukan cuma mendominasi agenda legislatif, tapi juga menjinakkan kekuasaan yudisial dan penegak hukum.
Mereka yang seharusnya jadi pengawal konstitusi, berubah jadi pelaksana dan pengawal pribadi.
Pikirkan ini: ketika FBI bertindak bukan berdasarkan hukum, tapi preferensi presiden; ketika Departemen Kehakiman menuntut bukan kejahatan, tapi musuh presiden; ketika kekerasan yang menantang tatanan konstitusional malah dihargai maka Amerika Serikat sudah berdiri di tepi jurang. Supremasi hukum bisa lenyap, demokrasi bisa mundur.
Laporan internal ini lebih dari sekadar peringatan untuk FBI. Ini adalah alarm kebakaran bagi sistem republik konstitusional Amerika. Yang diungkapkannya bukan cuma masalah satu lembaga federal, tapi krisis mendalam di jantung negara adidaya yang perlahan-lahan dikikis oleh nafsu kekuasaan.
Artikel Terkait
BLTS Sulut Tembus 66 Ribu Penerima, Bantu Warga Siapkan Natal
Mantan Pangdam Diponegoro Diperiksa Kejati Jateng Terkait Dugaan Pencucian Uang Rp237 Miliar
Menteri PPPA: Peran Ayah Kunci Perangi Korupsi dari Dalam Keluarga
Curut Pendukung Gibran Diserang, Rommi Irawan Singgung Lagi Keputusan Paman MK