Pahlawan Berjas Hujan: Antara Panggung Bencana dan Solusi Nyata

- Senin, 01 Desember 2025 | 16:00 WIB
Pahlawan Berjas Hujan: Antara Panggung Bencana dan Solusi Nyata

Inikah satir kehidupan? Kita bertepuk tangan melihat pembagian beras, tapi lupa bahwa izin perampasan lahan ditandatangani olehnya. Kita terharu ia mengepel lantai, namun melupakan bahwa dana pelestarian hutan dialihkan untuk proyek pencitraan.

Maka pertanyaannya bukan lagi "Apakah pemimpin ini peduli?" Tapi, "Peduli yang mana yang bertahan? Yang terekam di layar, atau yang tertuang dalam kebijakan nyata?"

Air mata di lokasi bencana mengering lebih cepat daripada air banjir. Yang tertinggal cuma dokumen: anggaran, peraturan, program kerja. Kalau di dokumen itu tak ada bekas peluh yang sama, maka heroisme di lapangan cuma topeng. Tipis dan palsu.

Mungkin terdengar getir, tapi masyarakat mungkin lebih menghargai pemimpin yang jujur. Yang di belakang meja saja, lalu berkata, "Aku tidak pandai akting. Tapi tanggul ini telah kubangun, data ini kupelajari, agar banjir tak datang lagi." Itu lebih terhormat ketimbang senyum yang dibasuh lumpur palsu.

Kita butuh sutradara, bukan aktor. Butuh orang yang mampu menulis naskah panjang untuk perubahan, mengatur panggung dari hulu ke hilir, agar tragedi ini berhenti berulang.

Banjir akan surut. Foto-foto memudar di linimasa. Yang tersisa nanti: apakah setelah lampu sorot padam, masih ada yang diam-diam kembali, membenahi gorong-gorong, berbisik pada angin, "Jangan biarkan air mata mereka tumpah lagi."

Atau, yang tertinggal cuma karung kosong dan sepatu boots berlumpur yang disimpan rapi, menunggu panggung bencana berikutnya?

Hati-hati dengan pahlawan berjas hujan. Tanyakan baik-baik: ia datang untuk hentikan hujan, atau cuma jualan payung? Tabik.


Halaman:

Komentar