Ijazah Jokowi: Ketika Dokumen Akademik Berubah Jadi Artefak yang Dikawal Ketat

- Selasa, 25 November 2025 | 12:25 WIB
Ijazah Jokowi: Ketika Dokumen Akademik Berubah Jadi Artefak yang Dikawal Ketat

Dalam tatanan etika pendidikan sejati, kebenaran tidak perlu dijaga oleh aparat. Cukup ditunjukkan saja. Guru-guru kita mengajarkan itu sejak SD: "Kalau benar, tunjukkan buktinya." Tak perlu satu pleton penjaga moral nasional.

Ironinya makin terasa ketika kita sadar bahwa perlindungan berlebihan terhadap sebuah ijazah justru mencederai profesi guru. Para guru telah menghabiskan hidupnya untuk membangun integritas murid-muridnya. Mereka mengajarkan bahwa kejujuran tidak boleh ditawar. Mereka memaksa murid menjawab dengan jujur, meski konsekuensinya nilai merah.

Tapi ketika negara memperlakukan dokumen pendidikan sebagai benda yang tak boleh diuji, apa yang dirasakan guru?

Rasanya pahit.

Rasa bahwa kerja keras mereka dianggap remeh.
Rasa bahwa negara tidak percaya dengan dunia pendidikan itu sendiri.

Kelucuan politik seringkali bekerja seperti ini:

Semakin negara berusaha terlihat kuat, semakin yang nampak justru kelemahan moralnya. Semakin negara membentengi dokumen, semakin jelas bahwa bukan dokumennya yang rapuh, melainkan narasi yang membungkusnya.

Humor gelap ini membuat kita bertanya-tanya: Sebenarnya apa sih yang sedang dilindungi?
Ijazahnya? Ataukah gagasan bahwa kebenaran bisa direkayasa?

Di negeri ini, kadang sangat sulit membedakan mana perlindungan dan mana pengaburan.
Keduanya memakai pakaian yang sama: aparat.

Pada akhirnya, ada hal yang jauh lebih penting dari dokumennya sendiri: kebenaran telah menjadi barang langka. Dan ketika kejujuran lebih langka daripada dokumen yang dijaga, sebenarnya kita sedang memasuki periode politik yang tidak sehat.

Sebab transparansi semestinya bukan barang konservasi. Ia seharusnya menjadi bagian paling normal dari demokrasi.

Kalau sebuah ijazah saja harus diperlakukan seperti artefak langka, lalu apa yang bisa kita harapkan dari dokumen negara lainnya?

Di titik ini, kelucuan berubah menjadi peringatan: Bahwa negara yang terlalu serius melindungi dokumen, biasanya sedang menyembunyikan sesuatu yang jauh lebih serius daripada dokumennya.

Dan mungkin hanya mungkin itulah alasan mengapa ijazah itu diperlakukan seperti benda langka: bukan karena pentingnya, tetapi karena cahaya bisa terlalu menyakitkan bagi mereka yang terbiasa membawanya dalam gelap.

Surabaya, 25 November 2025

Tentang Penulis:

Kolumnis dan Akademisi, Pengajar Psikologi Komunikasi dan Transaksional Analisis, Dewan Pakar LHKP PD Muhammadiyah Surabaya, Wakil Ketua ICMI Jatim, aktif menulis opini dan essay sosial, politik, pendidikan, kebudayaan dan kebijakan kebijakan sosial di media cetak maupun online


Halaman:

Komentar