Di sisi lain, persepsi masyarakat juga jadi tantangan tersendiri. Banyak pemilih, kata Yuni, masih lebih memilih calon laki-laki karena dianggap lebih kompeten. “Masyarakat tidak terlalu memilih perempuan, kecuali mereka sangat percaya. Dalam persepsi masyarakat, laki-laki pasti lebih hebat dari perempuan,” ujarnya dengan nada prihatin.
Strategi pemenangan caleg perempuan sebenarnya tak jauh beda dengan laki-laki. Tapi di lapangan, kerja keras tak selalu berbuah manis. Hasil akhir di bilik suara seringkali tak sesuai harapan.
Yuni juga menekankan betapa pentingnya kehadiran perempuan di parlemen. Dengan adanya mereka, aspirasi dan isu-isu yang dialami kaum perempuan bisa lebih mudah diangkat. “Kalau ada anggota DPRD perempuan, kita bisa lebih mudah mengenal isu-isu yang dialami perempuan dibanding rekan yang tidak mengalami hal itu,” katanya.
Ia turut menyoroti sejumlah produk hukum yang berkaitan dengan perempuan. Memang sudah ada perda tentang perlindungan perempuan dan anak, ketahanan keluarga, hingga pengarusutamaan gender. Namun, dampaknya di masyarakat dinilai masih perlu ditingkatkan.
Harapannya ke depan, terutama pada Pemilu 2029, makin banyak perempuan yang terpilih. Dengan begitu, suara mereka bisa lebih kuat dalam setiap pengambilan keputusan di tingkat daerah.
Artikel Terkait
Soedjono Hoemardani: Rasputin Indonesia di Balik Takhta Soeharto
Pohon Tumbang di Ring Road Utara Tewaskan Dua Orang yang Sedang Berhenti
Trump Berang, Ancam Hukuman Mati untuk Anggota Kongres Demokrat
Vonisi ASDP: Alarm Pahit bagi Proyek Kereta Cepat