EDITORIAL JAKARTASATU: Saatnya Menentukan Arah Baru Bangsa
Indonesia kini berdiri di persimpangan jalan. Dunia tak lagi memandang kita sekadar sebagai negara berpotensi, tapi sudah naik kelas menjadi kekuatan strategis yang ikut membentuk masa depan global. Pertanyaannya, sanggupkah kita memikul tanggung jawab sebesar ini?
Perhatian internasional terhadap Indonesia memang melesat dalam beberapa tahun terakhir. Di forum dunia, posisi kita semakin diperhitungkan. Ekonomi kita jadi penopang kawasan Asia Tenggara. Ditambah lagi sumber daya alam dan manusia yang melimpah ruah. Tapi di balik semua pujian itu, terselip tuntutan. Dunia mengharapkan kita menjadi lebih baik, lebih transparan, dan tentu saja lebih adil.
Nah, di sinilah tantangan terbesarnya. Bagaimana menyelaraskan ambisi besar dengan pondasi yang kuat dan etis?
Demokrasi: Tak Cukup Sekadar Besar
Kita sering bangga menyebut diri sebagai demokrasi terbesar ketiga di dunia. Tapi ukuran besar belum tentu berkualitas baik. Ada pertanyaan mendasar yang harus dijawab: Masihkah hukum benar-benar menjadi panglima? Mampukah lembaga negara menjaga independensinya? Atau jangan-jangan suara rakyat cuma jadi angka statistik belaka?
Demokrasi sejatinya bukan cuma pesta lima tahunan. Ia harus hidup dalam nafas keseharian, menjaga martabat setiap warga negara. Kalau kepercayaan publik pada institusi pemerintahan terus merosot, yang terancam bukan cuma stabilitas politik, tapi masa depan bangsa secara keseluruhan. Ingatlah, negara yang kuat bukan lahir dari rakyat yang patuh pada penguasa, tapi dari penguasa yang tunduk pada konstitusi.
Ekonomi: Dari Potensi Menuju Pengaruh
Ketahanan ekonomi Indonesia patut diacungi jempol. Tapi jangan tutup mata pada sederet masalah yang masih membayangi. Ketimpangan kesejahteraan masih menganga lebar. Inovasi dan riset seolah jalan di tempat. Kita masih terlalu bergantung pada ekspor bahan mentah. Belum lagi tantangan transformasi digital yang tak bisa dianggap remeh.
Di sisi lain, peluang terbentang luas. Indonesia bisa menjadi pusat industri hijau dan teknologi di Asia. Nikel, panas bumi, energi terbarukan - semua itu menjadikan kita pemain kunci di peta ekonomi global masa depan. Tapi dunia akan bertanya: mau jadi apa Indonesia? Pemasok bahan baku saja, atau produsen teknologi masa depan?
Kesempatan emas tak datang dua kali. Gagal mengolah kekayaan alam berarti mengulangi kesalahan zaman kolonial: kaya sumber daya tapi miskin kedaulatan.
SDM: Aset yang Sering Terlupakan
Anak muda Indonesia tak kekurangan kecerdasan. Semangat gotong royong dan kreativitas sudah mendarah daging. Tapi masalahnya, kualitas SDM kita masih tertinggal jauh. Kompetensi kalah dibanding negara maju. Sistem pendidikan belum siap menghadapi era digital. Riset dan inovasi belum jadi prioritas. Banyak talenta malah memilih berkembang di luar negeri.
Artikel Terkait
Ratusan Ternak di Lumajang Hangus Terpanggang Awan Panas Semeru
Dokumen Kasus Epstein Dibuka, Transparansi Dijanjikan Meski Tak Utuh
Warga Supiturang Berjuang Keluar dari Puing Erupsi Semeru
Sindiran Ijazah Palsu di DPR Pecahkan Suasana Rapat yang Te