Kita kerap terjebak mengagumi pembangunan fisik. Jalan tol megah, gedung pencakar langit. Tapi tanpa manusia unggul, semua itu cuma arsitektur tanpa peradaban.
Kemajuan harus bisa dirasakan semua kalangan. Petani di desa, pelaku UMKM, buruh yang bekerja keras - mereka semua berhak merasakan kemajuan itu. Bukan cuma jadi konsumsi elite dan slogan di pidato kenegaraan.
Identitas: Modern Tapi Tak Kehilangan Jati Diri
Perubahan zaman yang begitu cepat rentan membuat kita kehilangan arah. Padahal Indonesia punya kekayaan tradisi dan filosofi hidup yang luhur. Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan budaya Nusantara lainnya. Tapi identitas itu harus lebih dari sekadar simbol. Ia perlu jadi pedoman nyata dalam bertindak.
Kita harus tegas menolak kekerasan dan intoleransi. Persatuan harus mengalahkan polarisasi politik. Kebhinekaan harus dilihat sebagai kekuatan, bukan ancaman. Bangsa yang besar tak takut pada perbedaan, karena persatuan bukan berarti keseragaman.
Generasi Baru, Tanggung Jawab Baru
Dunia sedang berubah drastis. Perubahan iklim, kecerdasan buatan, gejolak ekonomi, persaingan geopolitik. Indonesia tak boleh sekadar ikut arus. Kita harus jadi navigator bagi diri sendiri.
Inilah saatnya generasi muda tampil. Jangan cuma jadi penonton atau objek kebijakan. Jadilah penggerak yang menentukan arah bangsa. Partisipasi politik yang cerdas, kritik berbasis data dan etika, inovasi yang lahir dari kepedulian sosial - itulah ciri generasi penerus yang dibutuhkan.
Masa depan harus dipilih, bukan ditunggu. Indonesia memang di persimpangan. Peluang menjadi negara maju lebih dekat dari sebelumnya. Tapi risiko stagnasi juga mengintai jika kita lengah.
Maka mari bertanya pada diri sendiri: ke mana arah Indonesia? Menuju kejayaan bersama atau kemakmuran segelintir orang? Menuju penghormatan dunia atau sekadar perhatian sesaat?
Sejarah tak ditentukan takdir, tapi oleh keberanian sebuah bangsa membuat keputusan besar. Dunia sudah menunggu. Saatnya Indonesia menjawab dengan tindakan nyata. Melangkah dengan kepala tegak, prinsip kuat, dan cita-cita sebagai bangsa yang tak cuma diperhatikan, tapi benar-benar dihargai.
Inilah waktunya Indonesia memilih arah terbaiknya. Dan pilihan itu harus dimulai hari ini. Tabik.
(Jaksat/Ed)
Artikel Terkait
Ratusan Ternak di Lumajang Hangus Terpanggang Awan Panas Semeru
Dokumen Kasus Epstein Dibuka, Transparansi Dijanjikan Meski Tak Utuh
Warga Supiturang Berjuang Keluar dari Puing Erupsi Semeru
Sindiran Ijazah Palsu di DPR Pecahkan Suasana Rapat yang Te