Ingat, yang pengen punya anak kan orang tua. Yang punya keinginan punya keturunan juga mereka. Anak nggak pernah minta dilahirkan, kan? Dan begitu si anak lahir, orang tua punya kewajiban penuh dari Allah untuk mengurus, membesarkan, dan mendidiknya.
Semua itu bukan investasi yang nantinya bisa ditagih balas budinya. Bukan alasan untuk menekan anak. Apalagi jadi lisensi buat bertindak zalim.
Anak pasti punya rasa terima kasih. Pasti punya adab. Tapi rasa syukur itu jangan sampai dijadikan alat untuk menuntut kepatuhan buta, apalagi sampai mengabaikan atau menahan hak yang sudah Allah tetapkan.
Ironisnya, di sini justru yang sering terjadi terbalik. Anak menuntut hak syar'i dibilang durhaka. Sementara orang tua yang mengambil hak anak dianggap wajar saja. Padahal, siapa sebenarnya yang lebih zalim? Orang yang mengambil hak bukan miliknya, atau orang yang menuntut haknya sendiri?
Jadi, pelajaran moralnya apa?
Sebelum buru-buru mencap "durhaka" pada seseorang, coba pelajari dulu cerita lengkapnya. Tidak semua yang menggugat orang tua itu durhaka. Dan nggak semua orang tua itu selalu benar. Dalam syariat, keadilan itu berada di atas tradisi sosial mana pun. Dan percayalah, ada juga yang namanya orang tua durhaka.
Inilah realitas di Indonesia, di mana syariat seringkali diputarbalikkan dan dikalahkan oleh tradisi. Lalu tradisi itu dipaksakan jadi landasan berislam. Miris, tapi itulah yang terjadi.
Artikel Terkait
Defisit APBN Tembus Rp 497 Triliun, Purbaya: Masih Jauh Lebih Rendah dari Target
Gubernur Khofifah Gerak Cepat Wujudkan Sudetan Penyelamat Warga dari Amukan Semeru
Pohon Tumbang di Senayan Sempat Lumpuhkan Layanan MRT Jakarta
Bos Google Buka Suara: AI Bisa Salah, Jangan Langsung Percaya!