Gugat Hak Waris, Tanda Durhaka atau Sikap Wajar?

- Kamis, 20 November 2025 | 05:40 WIB
Gugat Hak Waris, Tanda Durhaka atau Sikap Wajar?

✍🏻 Atharasyid Nugraha

Pernah suatu kali, saya menyaksikan sebuah sidang perdata yang cukup menusuk. Seorang anak menggugat ibunya sendiri. Perkara apa? Warisan.

Ceritanya, sang ayah telah meninggal. Menurut aturan waris Islam yang sudah jadi kesepakatan ulama, harta itu mestinya langsung dibagi. Tapi kenyataannya? Ibu menguasai semuanya, tanpa membagi. Si anak pun menuntut bagiannya. Bukan mau merebut, hanya ingin haknya yang diberikan Allah.

Namun begitu, lihatlah reaksi yang muncul. Baik di dunia nyata maupun di jagat maya, banyak yang langsung menyalahkan si anak. "Anak durhaka!" seru mereka.

Padahal, kalau kita lihat dari kaca mata syariat, justru sebaliknya.

Dalam Islam, menuntut hak waris itu adalah hak mutlak ahli waris. Tidak ada satu dalil pun yang bilang menuntut hak yang sudah ditetapkan syariat termasuk perbuatan durhaka kepada orang tua. Durhaka itu ketika anak melawan atau menyakiti orang tua dalam hal-hal yang tidak melanggar aturan Allah.

Lalu muncul komentar klasik yang sering kita dengar. "Nggak tahu terima kasih, sudah dilahirkan, diurusin, dibesarin, disekolahin."

Tunggu dulu. Semua hal itu—mulai dari melahirkan, mengasuh, sampai menyekolahkan—sebenarnya adalah kewajiban orang tua. Bukan pilihan.


Halaman:

Komentar