Thapanawat Aramroong, pensiunan berusia 73 tahun, menyebut sikap perdana menteri terhadap militer dan Hun Sen sebagai hal yang tidak dapat diterima.
Sementara Somkhuan Yimyai, 68 tahun, memperingatkan bahwa meskipun kecewa, solusi bukanlah kudeta militer.
“Pengambilalihan oleh militer sebelumnya tidak memberikan solusi bagi negara dalam hal penyelesaian korupsi atau tata kelola pemerintahan,” ujarnya, seperti dimuat Reuters.
Ketegangan politik ini memperburuk situasi ekonomi Thailand yang tengah lesu. Keluar dari pandemi, negeri Gajah Putih itu belum berhasil mencapai pemulihan ekonomi yang stabil.
Krisis politik juga diperparah dengan keluarnya Partai Bhumjaithai dari koalisi pemerintahan pekan lalu, yang membuat posisi Paetongtarn semakin goyah.
Selain tekanan massa, Paetongtarn kini menghadapi penyelidikan hukum. Sekelompok senator mengajukan petisi ke Mahkamah Konstitusi dan Komisi Antikorupsi Nasional, yang dapat berujung pada pemecatan dirinya.
Dalam perkembangan lain, Hun Sen melontarkan serangan terbuka terhadap Paetongtarn dan keluarganya dalam pidato panjang yang disiarkan televisi, menyerukan perubahan pemerintahan di Thailand.
Kementerian Luar Negeri Thailand menyebut pidato tersebut sebagai luar biasa, sembari menegaskan bahwa Thailand lebih memilih jalur diplomatik untuk menyelesaikan masalah.
Dengan kemungkinan mosi tidak percaya pada bulan mendatang dan tekanan publik yang terus meningkat, masa depan politik Paetongtarn kini berada di ujung tanduk.
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
Trump Siap Tawarkan Jet F-35 dalam Pertemuan Bersejarah dengan Putra Mahkota Saudi
MBS Terima Surat Rahasia Iran Sebelum Bertemu Trump: Apa Isi dan Maksudnya?
Ancaman Operasi Militer AS ke Venezuela: Maduro Peringatkan Gaza Baru di Amerika Selatan
Pemain Sepak Bola Israel Ditangkap Diduga Rudapaksa Turis AS, Netizen Geram!