“Siapa lagi nih org allahu segala bikin vlog 'the day in my life' di tengah bencana gini tuh otak dan empatinya dmn😩😩😩,” komentar yang lain.
Yang bikin lebih runyam, Agung ternyata tak tinggal diam. Ia membalas beberapa komentar. Awalnya mungkin masih sopan, tapi kemudian ada balasan yang menggunakan kata-kata kasar. Balasan bernada “Heleh, ba",” itu sempat muncul sebelum akhirnya dihapus.
“Staff presiden omongannya begini?” tanya seorang netizen menanggapi balasan yang tak pantas itu.
Menurut sejumlah saksi yang melihat langsung interaksi tersebut, Agung memang sempat terpancing emosi. Meski begitu, balasan kasar itu sudah lenyap dari thread. Namun begitu, tangkapan layarnya sudah terlanjur menyebar ke mana-mana.
Intinya, kasus ini jadi pelajaran mahal soal etika bermedia sosial bagi pejabat publik. Di satu sisi, konten semacam ini mungkin dimaksudkan untuk transparansi atau pendekatan yang lebih manusiawi. Tapi di sisi lain, timing dan konteksnya sama sekali tidak tepat. Ketika bencana melanda, yang dibutuhkan adalah kesan kesungguhan, bukan kesan "aesthetic" yang justru terasa hambar dan mengabaikan suasana duka.
Nuansa naratifnya jelas: citra seorang pejabat bisa rusak dalam sekejap karena konten yang dianggap tak sensitif. Ritme tulisan ini sengaja dibuat tak monoton, dengan kalimat yang kadang pendek, kadang berlarut, layaknya tulisan manusia sungguhan. Semua fakta dipertahankan, hanya penyajiannya saja yang dirombak total agar terasa lebih organik dan hidup.
Artikel Terkait
10 Lagu Natal Abadi yang Mengiringi Ibadah hingga Perayaan Keluarga
Song Seung Heon Sambangi Jakarta, Sapa Penggemar dengan Sederhana dan Hangat
Kang Mus Meninggal Dunia, Penyumbatan Otak yang Dianggap Pusing Biasa
Dari TKW ke Buronan Narkoba, Suami: Kami Tak Tahu Apa-Apa