Paris Fashion Week: Debut dan Dominasi Para Direktur Kreatif Baru

- Jumat, 19 Desember 2025 | 16:00 WIB
Paris Fashion Week: Debut dan Dominasi Para Direktur Kreatif Baru

Desainer mode? Mereka silih berganti. Tapi nama besar sebuah rumah mode, itu bertahan atau jatuh di tangan direktur kreatifnya. Bisa nggak sih mereka ciptakan karya yang nggak cuma laku di catwalk, tapi juga di kasir? Itu pertanyaan besarnya.

Pekan mode Paris yang baru aja usai, penuh dengan spekulasi semacam itu. Dari sekian banyak pertunjukan, beberapa nama bikin orang berdecak. Ini dia yang paling banyak disorot.

Chanel: Dunia Baru dari Blazy

Semua mata tertuju pada debut Matthieu Blazy untuk Chanel. Setelah era panjang Karl Lagerfeld dan masa kepemimpinan Virginie Viard yang terasa singkat, publik sudah sangat nyaman dengan satu estetika tertentu.

Lalu tiba-tiba Blazy datang dengan kemeja polos Charvet, rok panjang berumbai bulu burung, dan blazer potongan pendek. Rasanya seperti barang dari planet lain.

Mungkin itu sebabnya panggungnya dihiasi planet-planet dan benda langit. Sebuah pernyataan: alam semesta Chanel sedang berubah. Tweed ikoniknya sengaja dibiarkan berjumbai. Tas 2.55 yang legendaris didesain terlihat penyok, seperti tas kesayangan yang sudah sering dibawa-bawa. Jaket Chanel klasik pun berubah bentuk, dari siluet ramping jadi seperti kepompong yang menggelembung.

Balenciaga: Detak Jantung Pertama Piccioli

Pierpaolo Piccioli menyebut koleksi pertamanya untuk Balenciaga dengan judul "Heartbeat". Undangannya unik: sebuah Walkman dengan kaset berisi rekaman detak jantungnya sendiri. Seperti bocoran, koleksi ini adalah curahan perasaan sang desainer.

Dia seorang romantis. Dia menyelami arsip Balenciaga, dari masa Cristobal, Nicolas Ghesquière, hingga Demna. Tampilan pembuka adalah 'sack dress' ikonik sang pendiri, dihidupkan kembali.

Pendekatan arsitektural Cristobal bertabrakan dengan estetika puitis Pierpaolo hasilnya hidup. Siluet trapeze, kepompong, balon, semua kosakata khas Balenciaga hadir. Tapi bunga-bunga dan sutra organza melunakkan garis-garis tegasnya. Nggak ada satir, nggak ada nuansa gelap. Murni keindahan yang emosional.

Dior: Fantasi Anderson yang Tak Kenal Lelah


Halaman:

Komentar