Namun begitu, peran bank sentral bukanlah satu-satunya faktor. Kekuatan rupiah juga dapat sokongan dari sektor korporasi. Pasokan valuta asing dari kalangan dunia usaha ikut memperkuat 'otot' mata uang kita.
Perry secara khusus menyoroti tren positif ini. Dia melihat ada peningkatan konversi valas ke rupiah yang dilakukan para eksportir. Kebijakan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) yang diperkuat diduga menjadi pemicunya.
"Tambahan pasokan valas dari korporasi, termasuk dari peningkatan konversi valas ke Rupiah oleh eksportir seiring penerapan penguatan kebijakan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA), juga mendukung tetap terkendalinya nilai tukar rupiah,"
kata dia.
Ke depan, prospek rupiah dipandang masih cerah. Dengan inflasi yang rendah dan imbal hasil investasi yang tetap menarik, BI memprakirakan nilai tukar akan bertahan stabil. Komitmen bank sentral untuk terus hadir di pasar juga ditegaskan. Tujuannya jelas: memastikan stabilitas nilai tukar terjaga, yang pada ujungnya bakal mendukung upaya mengendalikan inflasi nasional.
Jadi, intervensi terukur di berbagai lini mulai dari pasar NDF, DNDF, pasar spot, hingga pembelian SBN akan tetap menjadi senjata andalan BI dalam beberapa waktu ke depan.
Artikel Terkait
ADRO Siap Bagikan Dividen Rp4 Triliun, Angpao Akhir Tahun dari Laba 2025
Pramono Anung Janji Umumkan UMP Jakarta 2026 Lebih Cepat dari Tenggat
Saham TUGU Merangkak 18%, Analis Soroti Potensi Re-rating di Tengah Valuasi Murah
Ekonomi Indonesia Diproyeksi Melaju di 2026, Saat Dunia Justru Melambat