"Dari sisi pendapatan, revenue akan kurang lebih sama di tahun 2026–2025," kata dia.
Meski begitu, bukan berarti tidak ada peluang sama sekali. Maringan menambahkan, perubahan signifikan baru mungkin terjadi jika impor batu bara China tiba-tiba melonjak lagi. Hanya saja, situasi itu masih jadi tanda tanya besar dan perlu dipantau ketat, mengingat dinamika pasar global yang masih belum pasti.
Melihat ke belakang, performa BUMI hingga kuartal III-2025 cukup solid. Pendapatan mereka tercatat mencapai USD1,03 miliar, naik dari periode sama tahun sebelumnya yang USD 926,9 juta. Laba operasi dan laba bersih juga merangkak naik, masing-masing menjadi USD84,4 juta dan USD60,1 juta.
Padahal, tahun ini sendiri tidak mudah. Hingga September 2025, produksi batu bara BUMI sempat turun dari 57,3 juta ton menjadi 54,9 juta ton. Cuaca yang kurang bersahabat jadi penyebabnya. Harga jual rata-ratanya pun merosot ke level USD60,4 per ton, turun dari USD73,7 per ton di sembilan bulan pertama tahun ini.
Sebelumnya, untuk tahun 2025, BUMI memang sudah menargetkan produksi 73-75 juta ton. Dengan rata-rata harga jual (ASP) yang dipatok di angka USD59-61 per ton, sementara biaya produksi rata-ratanya sekitar USD42-44 per ton.
Jadi, jalan menuju target 2026 tampaknya akan ditempuh dengan hati-hati, sambil terus mengamati gejolak pasar yang tak pernah bisa ditebak.
Artikel Terkait
UMKM Banjarnegara Dapat Senjata Ampuh: Konten Video Bisa Pacu Penjualan 30 Kali Lipat
BUMI Pacu Transformasi, Targetkan Akuisisi Tambang Mineral pada 2026
Turis Mancanegara Turun, Wisatawan Lokal Gempur Destinasi Dalam Negeri
Waspada! Ini Ciri-ciri Saham yang Sedang Digoreng Bandar