Sementara itu di Amerika, Gubernur Fed Christopher Waller memberikan sinyal penting. Katanya, data pasar tenaga kerja terbaru menunjukkan kondisi yang cukup lemah untuk mendukung pemotongan suku bunga seperempat poin.
Logikanya sederhana: suku bunga rendah bisa memacu pertumbuhan ekonomi, yang ujung-ujungnya mendongkrak permintaan minyak.
Tapi para broker global masih belum satu suara. Mereka terbelah soal kemungkinan Fed benar-benar akan menurunkan suku bunga di pertemuan Desember nanti. Data pekerjaan pekan lalu memang memberikan sinyal yang campur aduk.
Di Eropa, situasinya juga nggak terlalu cerah. Survei terbaru di Jerman menunjukkan sentimen bisnis justru turun tak terduka di November. Perusahaan-perusahaan semakin pesimis dengan prospek pemulihan ekonomi mereka.
JPMorgan memproyeksikan harga Brent di USD57 per barel dan WTI di USD53 pada 2027. Untuk 2026, mereka pertahankan perkiraan di level USD58 dan USD54.
Berita terpisah datang dari Venezuela. AS secara resmi menetapkan kartel Cartel de los Soles sebagai organisasi teroris asing. Sanksi terorisme ini menimpa kelompok yang menurut Washington melibatkan Presiden Nicolas Maduro dan sejumlah pejabat tinggi.
Sebagai anggota OPEC, sanksi terhadap Venezuela ini cenderung menopang harga minyak global karena membatasi ekspor mereka.
Oh ya, Presiden AS Donald Trump juga sempat bercakap telepon 'sangat baik' dengan Presiden China Xi Jinping. Mereka bahas perang Ukraina, perdagangan fentanyl, plus kesepakatan untuk sektor pertanian.
Buat pelaku pasar energi, komunikasi positif antara dua raksasa ekonomi dunia ini jelas jadi angin segar. Hubungan baik AS-China biasanya bikin permintaan minyak lebih optimis.
Artikel Terkait
Hildan Safety: Mitra K3 yang Utamakan Solusi, Bukan Sekadar Transaksi
Larry Page Geser Larry Ellison, Dua Pendiri Google Kuasai Papan Atas Orang Terkaya Dunia
MDLA Pacu Layanan Farmasi dengan Strategi Digital dan Kecerdasan Buatan
Dari Klinik Sederhana ke Raksasa Kesehatan: Mengulik Peta Bisnis BMHS di Bursa