Pemerintah ternyata sedang menggodok aturan baru yang bakal mengubah peta kepemilikan Bursa Efek Indonesia (BEI). Lewat sebuah Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang merupakan turunan dari UU PPSK, rencananya BEI akan menjalani proses demutualisasi. Intinya, kepemilikan bursa nggak lagi dikunci hanya untuk anggota bursa alias perusahaan sekuritas tapi bakal dibuka untuk pihak lain juga.
Myrdal Gunarto, seorang ekonom dari Maybank, punya pandangan menarik. Menurut dia, Indonesia sebaiknya jangan sok-sokan menciptakan roda baru. "Cari negara yang memang bursa efeknya sudah canggih, misalkan dari Amerika," ujar Myrdal.
Ia menilai, struktur bursa di negara-negara dengan pasar modal yang lebih maju bisa jadi acuan bagus untuk memodernisasi BEI. Tujuannya jelas: supaya bursa efek kita bisa lebih canggih, terutama dari segi sistem IT dan koordinasi dengan anggota bursa.
Selama ini, kedekatan antara BEI dan anggota bursa emang bikin komunikasi berjalan cepat dan mudah. Namun begitu, Myrdal ngasih catatan khusus. Ia menyarankan agar kalau nanti ada pihak non-anggota yang jadi pemilik BEI, sebaiknya itu berasal dari pemerintah atau lembaga perwakilan yang ditunjuk pemerintah. "Kalau bukan dari pemerintah yang ikut memiliki agak ngeri juga. Ini kan bursa efek menyangkut database dan pengelolaan kepemilikan investor," katanya dengan nada sedikit khawatir.
Di sisi lain, Guru Besar FEB UI, Budi Frensidy, melihat demutualisasi ini sebagai sesuatu yang diperlukan. Menurutnya, langkah ini penting buat bawa BEI ke level yang lebih kompetitif. "Urgensi demutualisasi BEI untuk modernisasi tata kelola, meningkatkan daya saing global, dan memperdalam likuiditas pasar," tegas Budi.
Artikel Terkait
Ramaphosa Guncang G20: Stop Ekspor Mentah, Saatnya Olah Mineral di Negeri Sendiri!
Konsumen AS Menentukan Nasib Wall Street di Momen Black Friday
Pintu BEI Dibuka Lebar, Pemerintah Siapkan Demutualisasi
Astra Tanamkan Kesadaran Lingkungan Lewat Workshop Kolaboratif di Padalarang