Pemerintah Jepang, di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Sanae Takaichi, akhirnya menggelontorkan paket stimulus ekonomi yang cukup besar. Nilainya mencapai 135 miliar dolar AS. Tujuannya jelas: meredam tekanan inflasi yang makin terasa dan tentu saja, membantu meringankan beban masyarakat.
Menurut laporan Bloomberg, ini adalah paket stimulus tambahan terbesar yang mereka keluarkan sejak masa pandemi. Langkah ini tak bisa dibilang kecil, dan pasti akan menyedot perhatian banyak pihak.
Nah, untuk rinciannya, dari total dana segunung itu, sekitar 74 miliar dolar AS dialokasikan khusus untuk menurunkan biaya hidup. Pemerintah akan memberikan subsidi tagihan gas dan listrik sekitar 44 dolar per orang. Subsidi ini rencananya berlaku selama tiga bulan, sampai Maret nanti. Selain itu, ada juga bantuan tunai langsung sekitar 127 dolar untuk setiap anak, plus 12,7 miliar dolar AS untuk mendukung pemerintah daerah. Cukup signifikan.
“Kami menyusun paket ini untuk melindungi kehidupan masyarakat dan merespons cepat masalah inflasi,” ujar Takaichi dalam pernyataannya pada Jumat (21/11).
Dampaknya diperkirakan cukup berarti. Stimulus ini disebut-sebut bakal menurunkan angka inflasi sekitar 0,7 poin persen antara Februari hingga April. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi juga diharapkan terdongkrak sekitar 1,4 poin persen per tahun, dan itu akan berlangsung selama tiga tahun ke depan.
Di balik itu semua, ada kekhawatiran yang mengintai. Pasar waspada, stimulus sebesar ini berpotensi melemahkan posisi fiskal Jepang di mata investor. Apalagi, sekitar 112 miliar dolar AS dari total paket itu berasal dari belanja anggaran umum, yang kemungkinan besar akan dibiayai lewat anggaran tambahan. Angka ini naik cukup tajam, sekitar 27 persen dari paket stimulus sebelumnya.
Beberapa ekonom punya pandangan lain. Mereka melihat, besarnya paket ini sebenarnya mencerminkan posisi pemerintah yang minoritas. Artinya, Takaichi harus bernegosiasi alot dengan partai oposisi. Hal ini yang mungkin mempengaruhi skema dan besaran anggaran.
Inflasi Terpanjang
Faktanya, inflasi Jepang saat ini sudah berada di atas atau setara dengan target 2 persen. Dan itu berlangsung selama 43 bulan berturut-turut. Ini adalah rekor terpanjang sejak 1992. Tekanan harga jelas jadi momok.
Untuk meredamnya, pemerintah juga menyiapkan dana sekitar 6,3 miliar dolar AS guna menghapus pajak bensin. Kebijakan penghapusan pajak bensin ini sendiri awalnya diusulkan oleh partai oposisi. Selain itu, batas pendapatan bebas pajak juga dinaikkan, yang membutuhkan dana sekitar 7,6 miliar dolar AS.
Artikel Terkait
IHSG Menguat Tipis di Tengah Aksi Jual Asing yang Masih Berlanjut
Program Power Hero PLN: Diskon 50% Tambah Daya Listrik Berlaku hingga Akhir 2025
Diskon Tiket Nataru KAI dan Bobby Nasution Usul Solusi Judol untuk ASN
Mentan Amran Bongkar 31 Kasus Pungli Alsintan, Modusnya Petani Dipaksa Bayar Padahal Gratis