Sejumlah ekonom memprediksi Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia akan mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate pada level 4,75 persen dalam pertemuan November 2025. Keputusan ini melanjutkan kebijakan bulan sebelumnya, di mana BI juga menahan suku bunga di tingkat yang sama, dengan suku bunga deposit facility sebesar 3,75 persen dan lending facility 5,5 persen.
Teuku Riefky, Ekonom dari LPEM FEB UI, menyatakan Indonesia memasuki kuartal terakhir 2025 dihadapkan pada sejumlah tantangan. Inflasi yang terus merangkak naik, tekanan eksternal yang kembali muncul, serta meningkatnya kehati-hatian investor menjadi faktor penentu.
Riefky menjelaskan, kenaikan inflasi umum pada Oktober 2025 dipicu oleh harga pangan yang tetap tinggi akibat gangguan pasokan terkait cuaca. Di sisi lain, kenaikan harga emas secara berkelanjutan turut mendorong komponen inti. Arus keluar modal asing juga meningkat, meskipun The Federal Reserve telah memangkas suku bunga.
Kondisi ini diperberat oleh kekhawatiran pasar yang meningkat terkait risiko fiskal dan quasi-fiskal. Kekhawatiran ini terutama muncul pasca rencana pemerintah untuk mengambil alih utang proyek kereta cepat Whoosh. Perkembangan terbaru ini dinilai memberikan tekanan pelemahan pada nilai tukar Rupiah.
"Dalam lingkungan ini, mempertahankan suku bunga kebijakan sebesar 4,75 persen dalam Rapat Dewan Gubernur mendatang akan mendukung stabilitas rupiah dan memperkuat kepercayaan terhadap sikap kebijakan Bank Indonesia," tegas Riefky dalam analisisnya, Selasa (18/11).
Pendapat senada disampaikan Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede. Dia juga memperkirakan RDG BI November 2025 akan mempertahankan BI Rate di level 4,75 persen.
"Mempertimbangkan ketidakpastian global yang masih tinggi yang terus memperkuat lingkungan risiko yang tinggi. Pasar juga tetap berhati-hati terhadap kemungkinan pemotongan suku bunga The Fed pada Desember 2025," jelas Josua.
Meski demikian, Josua menilai masih terdapat ruang untuk pelonggaran kebijakan moneter ke depan. Pemotongan suku bunga sebesar 25 bps pada Desember 2025 masih menjadi pertimbangan, meski sangat bergantung pada data inflasi domestik, stabilitas rupiah, aliran portofolio, dan sikap kebijakan The Fed.
Artikel Terkait
IMF Soroti Kunci Indonesia Capai Visi Negara Maju 2045 di Tengah Peringatan Risiko Global
Pemerintah Gelontorkan Rp 10 Triliun KUR dengan Agunan Kekayaan Intelektual
Darma Henwa Gelontorkan Rp 1,66 Triliun untuk Buyback Saham
Wall Street Anjlok: Penyebab, Dampak, dan Prediksi Pasar Saham 2025