Meski tidak semua serangan terekam, ditemukan sisa-sisa tubuh kelelawar di sekitar persembunyian tikus di gua Lüneburger Kalkberg. Hal ini mengindikasikan perilaku serupa terjadi di berbagai lokasi.
Diduga tikus menggunakan kumis sensitifnya untuk mendeteksi arus udara dari kepakan sayap kelelawar dalam kegelapan, bukan mengandalkan penglihatan. Adaptasi ini menunjukkan fleksibilitas tikus dalam memanfaatkan sumber makanan di lingkungannya.
Sebagai hewan invasif yang tersebar luas, tikus dikenal sukses beradaptasi di daerah perkotaan. Namun, perilaku pemangsaan terhadap kelelawar ini berpotensi mengancam populasi kelelawar asli.
Peneliti menyarankan pentingnya pemantauan populasi tikus invasif di kawasan gua, terutama di daerah tropis seperti Asia Tenggara, untuk mencegah dampak ekologis yang lebih besar terhadap spesies asli.
Artikel Terkait
Otak Kita Tersandera Konten Kilat: Dari Scroll Sampai Salah Paham
Whatsapp Business Bikin UMKM Lebih Cepat: Kirim Rekening Cukup Sekali Ketuk
Telkomsel Pacu Pemulihan Jaringan di Tapanuli, Capai 95% Pasca-Bencana
Otak Punya Lego Kognitif, Kunci Fleksibilitas yang Belum Dimiliki AI