Australia Pecahkan Rekor: Anak di Bawah 16 Tahun Dilarang Punya Akun Media Sosial

- Rabu, 10 Desember 2025 | 09:54 WIB
Australia Pecahkan Rekor: Anak di Bawah 16 Tahun Dilarang Punya Akun Media Sosial

Mulai Rabu kemarin, tanggal 10 Desember 2025, dunia maya di Australia berubah drastis untuk generasi muda. Negeri itu resmi menjadi yang pertama di dunia yang melarang anak-anak di bawah 16 tahun punya akun media sosial. Kebijakan baru ini langsung berdampak: jutaan akun milik anak dan remaja tiba-tiba tak bisa diakses.

Facebook, Instagram, TikTok, YouTube, Snapchat, Reddit, Twitch, dan beberapa platform besar lainnya sudah mengiyakan. Mereka konfirmasi patuh. Langkahnya jelas: menghapus akun pengguna di bawah umur dan memblokir pendaftaran baru. Intinya, anak-anak di bawah 16 tahun tak bisa bikin akun baru. Sementara yang lama, ya, dinonaktifkan begitu saja.

Nah, yang menarik, aturan ini nggak bakal menghukum orang tua atau si anak yang nekat melanggar. Sasarannya justru ke platformnya. Kalau terbukti membiarkan anak di bawah umur punya akun, perusahaan media sosial itulah yang kena denda. Dan jumlahnya nggak main-main: bisa mencapai 49,5 juta dolar Australia, atau setara Rp 548 miliar. Cukup buat bikin ciut.

Latar Belakang Larangan: Kekhawatiran yang Menumpuk

Lantas, apa sih yang mendorong langkah ekstrem ini? Rupanya, pemerintah Australia sudah lama resah. Kekhawatiran itu bertahun-tahun mengendap, melihat bagaimana media sosial diduga kuat memicu kecanduan, depresi, dan sederet masalah mental lain pada remaja. Belum lagi risiko perundungan siber atau eksploitasi seksual yang mengintai.

“Ini akan mengurangi dampak negatif dari fitur media sosial yang mendorong [kaum muda] untuk menghabiskan lebih banyak waktu di depan layar, sekaligus menyajikan konten yang dapat membahayakan kesehatan dan kesejahteraan mereka,” begitu kira-kira harapan dari regulasi ini.

Kekhawatiran itu punya dasar. Sebuah studi di awal 2025 mengungkap fakta mencengangkan: 96% anak usia 10-15 tahun ternyata aktif pakai media sosial. Dan dari jumlah itu, tujuh dari sepuluh anak mengaku pernah terpapar konten berbahaya. Mulai dari materi misoginis, kekerasan, promosi gangguan makan, sampai konten yang mengarah pada bunuh diri.

Yang lebih mencemaskan, satu dari tujuh anak melaporkan pernah mengalami perilaku “grooming” dari orang dewasa atau anak yang lebih tua. Lebih dari separuhnya juga mengaku pernah jadi korban cyberbullying. Data-data inilah yang akhirnya memantik aksi.

Perdana Menteri Anthony Albanese menyebut langkah ini sebagai salah satu perubahan sosial dan budaya terbesar yang pernah dihadapi Australia.

“Ini perubahan yang signifikan. Dan perubahan bisa jadi sulit,” ujarnya.

“Tapi warga Australia akan mencapai hasil terbaik jika semua bekerja sama. Para orang tualah yang bekerja sama untuk mewujudkan reformasi ini, dan semua warga Australia akan bekerja sama untuk menjadikan ini momen kebanggaan nasional.”


Halaman:

Komentar