Din memberi contoh, satu perusahaan seperti Sinarmas, menguasai lahan walau bukan semuanya batubara seluas sekitar 5 juta hektare. Bahkan dunia Minerba Indonesia dikuasai oleh beberapa perusahaan saja. Sumber daya alam Indonesia sungguh dijarah secara serakah oleh segelintir orang yang patut diduga berkolusi dengan pejabat.
”Pemberian tambang batubara dilakukan di tengah protes global terhadap energi fosil sebagai salah penyebab perubahan iklim dan pemanasan global, maka besar kemungkinan yang akan diberikan kepada NU dan Muhammadiyah adalah sisa-sisa dari kekayaan negara,” ujarnya.
Karena itu, dia berpendapat pemberian tambang “secara cuma-cuma” kepada NU dan Muhammadiyah, potensial membawa jebakan.
Din menyebut, menurut pakar, Sistem Tata Kelola Tambang dengan menggunakan sistem Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Kontrak Karya adalah Sistem Zaman Kolonial berdasarkan UU Pertambangan Zaman Belanda (Indische Mijnwet) yang dilanggengkan dengan UU Minerba No.4/2009 dan UU Minerba No.3/2020.
Sistem IUP ini tidak sesuai konstitusi tidak menjamin bahwa perolehan negara harus lebih besar dari keuntungan bersih penambang. Bahkan, sistem IUP selama bertahun-tahun terbukti disalahgunakan oleh oknum pejabat negara yang diberi wewenang mulai dari bupati, gubernur, hingga Dirjen dalam mengeluarkan IUP.
Sumber: kompas
Artikel Terkait
Insentif Politik Abolisi-Amnesti Prabowo: PDIP dan Gerbong Anies Merapat
Amien Rais ke Jokowi Soal Isu Ijazah Palsu: Siapkan Badan Anda Ya Mas
Di Kongres Demokrat, SBY Singgung Cawe-Cawe: Abuse of Power adalah Dosa Terbesar!
Memaksa Bendera Pusaka Berkibar di IKN