Dalam persidangan, Fadjri menyebut permintaan THR itu disampaikan melalui eks Sekretaris Jenderal Kementan, Kasdi Subagyono.
Menurut Fadjri, THR yang rutin diminta mencapai Rp 50 juta.
Uang THR ini kemudian dibagi untuk staf-staf SYL, seperti sopir, satpam, dan petugas rumah tangga.
"Biasanya tuh kita memberikan ke staf-staf rumah tangga, satpam, dan lain-lain. Jadi tidak semua langsung ke Pak Menteri. Dibagi-bagi untuk petugas, staf rumah tangga dan lain-lain," ujar Fadjry.
"Nilainya berapa? Rp50 juta ini?" tanya jaksa.
"Ya," ujar Fadjry.
Namun, ada jumlah khusus yang disiapkan untuk SYL.
Fadjry mengatakan, biasanya pihaknya diminta menyiapkan jatah Rp 10 juta untuk THR SYL.
Uang Rp 10 juta itu bisanya disiapkan secara terpisah di dalam sebuah amplop.
"Jadi terpecah semua ada yang dikasih Rp 1 juta, ada yang Rp 500 ribu," ujar Fadjry.
"Untuk menteri?" tanya jaksa.
"Kalau ada sisa dari situ biasanya ada Rp 10 juta. Sudah dipisah," jawab Fadjry.
Menurut Fadjry, kebiasaan bagi-bagi THR dilakukan sejak 2021.
Namun, kegiatan itu dihentikan pada 2023, tepatnya setelah SYL terseret kasus korupsi di lingkungan Kementan.
Lebih lanjut, Fadjry menjelaskan, uang THR diperoleh dengan cara mengumpulkan uang sisa perjalanan dinas para pegawai Kementan.
Selain itu, sisa uang pemeliharaan kantor juga dikumpulkan untuk memenuhi permintaan THR sang menteri.
"Lalu, sumber uangnya dari mana?" tanya jaksa.
"Biasanya kami dapatkan dari perjalanan dinas kita sisihkan. Ada dari pemeliharaan kantor, dari bensin, renovasi dan sebagainya," tukas Fadjry
Sumber: Tribunnews
Artikel Terkait
Bosch Investasi Rp484,5 Miliar Bangun Pabrik Modular Pertama di Cikarang, Target Operasi 2027
Pakar Hukum UI Beberkan Alasan Ijazah Asli Jokowi Perlu Diperlihatkan ke Roy Suryo
Daftar Lengkap Pemenang AMI Awards 2025: Garam & Madu dan Tabola Bale Jadi Jawara
BNI ESG Advisory Playbook: Panduan Transisi Hijau untuk Industri Sawit Indonesia