Namun begitu, persoalannya tak cuma di situ. Budi menyebut ada masalah lain yang lebih mendasar, yaitu soal rekrutmen dan kaderisasi di internal partai. Prosesnya seringkali amburadul. Integrasi yang lemah antara rekrutmen dan pembinaan kader malah memicu praktik ‘mahar politik’. Jadinya, yang punya duit lah yang punya peluang.
“Permasalahan mendasar lainnya adalah lemahnya integrasi rekrutmen dengan kaderisasi yang memicu adanya mahar politik, tingginya kader yang berpindah-pindah antar-parpol, serta kandidasi hanya berdasarkan kekuatan finansial dan popularitas,”
tuturnya lagi.
Kondisi itu menciptakan lingkaran setan. Kader berlomba cari dana besar, lalu terjerat utang, dan akhirnya mencari celah untuk mengembalikannya saat berkuasa. Untuk memutus mata rantai ini, KPK tak tinggal diam. Direktorat Monitoring mereka sedang menyiapkan kajian khusus.
Budi menyebut, kajian itu nantinya akan dirumuskan menjadi rekomendasi konkret. Rekomendasi tersebut akan disodorkan ke para pemangku kepentingan sebagai bagian dari upaya pencegahan korupsi yang lebih sistematis.
“KPK melalui Direktorat Monitoring masih berproses untuk melengkapi kajian ini, dan nantinya akan menyampaikan rekomendasi perbaikannya kepada para pemangku kepentingan terkait,”
pungkas Budi.
Kasus Ardito, di mata KPK, hanyalah gejala. Penyakitnya ada di sistem yang membiarkan politik menjadi permainan mahal dan tertutup. Dan itu masalah kita semua.
Artikel Terkait
Kemenag Siapkan KUA Keliling untuk WNI di Luar Negeri
Tragedi di Brown University: Dua Tewas dalam Penembakan di Kampus Ivy League
Wishing Candle, Dessert Natal yang Bisa Dimakan dari Surabaya
Batang dan Kendal Buktikan KEK Bisa Pacu Ekonomi Daerah Hingga 9%