"Negara tidak boleh berlagak tutup mata. Jika hukum ternyata bisa diperjualbelikan, maka itu berarti keadilan telah hilang dari tanah adat kami. Kami mendesak Polda Sumbar dan Polres Solok memberikan penjelasan yang transparan kepada publik," tegasnya.
Sebagai bentuk tekanan, MAI berencana melayangkan laporan resmi kepada Tim Reformasi Polri dan Komisi III DPR RI. Laporan ini untuk menindaklanjuti dugaan pembiaran dan kelambanan proses hukum yang terjadi.
"Dokumen laporan sedang kami siapkan. Jika aparat di tingkat daerah dinilai tidak memiliki kapasitas atau kemauan untuk menegakkan hukum, maka kami meminta intervensi dari pusat," pungkas Rafik.
Kasus tambang ilegal di Solok ini menjadi ujian bagi komitmen Polri dalam memberantas kejahatan lingkungan dan pelanggaran hukum, khususnya yang berdampak pada masyarakat adat.
Artikel Terkait
MBG Jadi Wajah Prabowo, Tapi Masalah Implementasi Mengintai
Don Dasco dan Orkestrasi RUU di Balik Ketenangan Senayan
Buruh Siapkan Gugatan dan Konvoi Massal Tolak UMP 2026
Pakar Hukum Tata Negara: Pengibaran Bendera Aceh Bukan Makar