Setelah Disiksa dan Dipaksa Jadi Scammer, 9 WNI Akhirnya Bebas dari Kamboja

- Sabtu, 27 Desember 2025 | 09:06 WIB
Setelah Disiksa dan Dipaksa Jadi Scammer, 9 WNI Akhirnya Bebas dari Kamboja

Nasib sembilan Warga Negara Indonesia akhirnya berubah, Jumat lalu. Setelah berbulan-bulan bahkan ada yang lebih dari setahun terjebak di Kamboja, mereka akhirnya bisa pulang ke tanah air. Upaya gabungan dari KBRI Phnom Penh, Bareskrim Polri, dan Kemlu berhasil memfasilitasi pemulangan mereka.

Menurut keterangan tertulis Kemlu, mayoritas dari mereka diduga dipaksa bekerja sebagai pelaku penipuan daring atau online scam di berbagai wilayah. "Sebanyak tujuh dari sembilan WNI diketahui telah berada di Kamboja lebih dari satu tahun dan diduga dipekerjakan sebagai scammer dalam jaringan penipuan daring di beberapa wilayah," bunyi pernyataan itu.

Setelah melalui proses imigrasi setempat, termasuk penyelesaian deportasi, mereka diterbangkan ke Jakarta via penerbangan komersial. Penerbangan itu dijadwalkan mendarat di Soekarno-Hatta sekitar pukul 18.50 WIB. Enam orang di antaranya bahkan harus dibantu dengan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) dari KBRI karena dokumen mereka bermasalah.

Mereka berasal dari berbagai penjuru Indonesia: Jawa Barat, Jakarta, Riau, Sumut, Sulut, hingga Lampung.

Namun begitu, kisah di balik pemulangan ini jauh dari sederhana. Ini adalah cerita tentang penyelamatan.

Pilu 9 WNI Diperdaya Jadi Scammer di Kamboja: 1 Orang Hamil 6 Bulan, Disiksa

Bareskrim membeberkan pengalaman pahit yang dialami kesembilan orang itu. Mereka mengalami penyiksaan, baik fisik maupun psikis. Yang membuat pilu, satu dari korban adalah seorang perempuan yang sedang hamil enam bulan.

Brigjen Pol. Moh. Irhamni, Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim, menjelaskan bahwa para korban sebenarnya berinisiatif menyelamatkan diri sendiri. Mereka melarikan dari tempat kerjanya sebelum akhirnya mencari perlindungan ke KBRI Phnom Penh.

“Pada saat kami temukan, kesembilan orang tersebut telah berhasil lari dan menyelamatkan diri dari lokasi-lokasi mereka bekerja. Bahwa korban melarikan diri dari tempat pekerjanya masing-masing dikarenakan selalu mendapatkan perlakuan kekerasan, baik fisik maupun psikis di tempat mereka bekerja,” kata Irhamni dalam konferensi pers di Jakarta Selatan.

Menurutnya, mereka saling bertemu di KBRI pada akhir November lalu. Rasa takut yang sama menyatukan mereka, memutuskan untuk tinggal bersama dan tidak kembali ke tempat yang menyeramkan itu.

Lantas, apa penyebab penyiksaan itu? Target kerja. Mereka dipekerjakan sebagai pelaku online scam dan dihukum jika tidak memenuhi kuota yang ditetapkan bos.

“Kemudian penyiksaan yang dilakukan itu mereka terima karena ternyata mereka bekerja di online scam ataupun di judi online, tetapi rata-rata sebagian besar 90% adalah yang bermasalah ini di online scam. Mereka tidak sesuai target yang ditargetkan oleh bosnya. Makanya dia diberikan sanksi,” jelas Irhamni.

Sanksinya beragam. Mulai dari yang dianggap 'ringan' seperti push-up dan sit-up, hingga yang berat seperti dipaksa lari 300 putaran di lapangan futsal.

Kesempatan untuk kabur akhirnya datang saat mereka diajak makan di luar oleh atasannya. Saat pengawas lengah, mereka langsung melarikan diri ke ibu kota Kamboja.

“Jadi peluang melarikan diri itu pada saat dia diajak makan ke luar bersama. Pada saat lengah bosnya ataupun pengamanannya itu, dia melarikan diri ke Phnom Penh ke KBRI,” ujarnya.

Secara fisik, kondisi mereka saat ditemukan dinyatakan sehat. Tapi tentu, luka psikologisnya butuh waktu lebih lama untuk sembuh. “Alhamdulillah saat ditemukan oleh penyelidik, sembilan korban dalam keadaan sehat dan salah satu korban bernama Saudari Aisyah dalam keadaan mengandung dengan usia kandungan enam bulan,” kata Irhamni.


Halaman:

Komentar