Peringatannya bukan tanpa dasar. Hanif lalu menyoroti bencana banjir dan longsor yang baru saja melanda Aceh, Sumut, dan Sumbar. Pemicunya adalah siklon tropis yang membawa hujan ekstrem bahkan mencapai 300-400 mm pada puncaknya.
Sebagai perbandingan, ia menyebut banjir Ciliwung Februari lalu. Curah hujan saat itu ‘hanya’ 147 mm, tapi sudah menewaskan 17 orang. Begitu pula bencana di Bali Agustus kemarin, dengan hujan 245 mm dan korban 21 jiwa. Artinya, hujan dari siklon di Sumatera itu intensitasnya lebih dari dua kali lipat.
Nah, di sinilah kekhawatiran terbesarnya. Bayangkan jika siklon serupa bergerak ke arah Pulau Jawa. “Potensi bencananya akan sangat besar,” kata Hanif. Ia mendesak agar langkah strategis segera diambil, tanpa menunggu lama.
“Kita tidak mungkin terus menunggu perundingan internasional selesai. Sementara bencana sudah ada di depan mata. Inisiatif adaptasi harus segera kita jalankan,” imbuhnya.
Peringatan itu menggantung di ruang rapat. Sebuah ajakan untuk bertindak, sebelum semuanya benar-benar terlambat.
Artikel Terkait
Trump Tertidur di Rapat Kabinet, Usai Bantah Tudingan Melambat
Gus Ipul Pasrahkan Dinamika Internal PBNU ke Tangan Para Ulama
Bencana Sumatera: Penanganan Maksimal Berjalan, Status Darurat Masih Digodok
Dapur Umum Terancam Lumpuh, Bahan Lokal Jadi Solusi Darurat di Tengah Banjir Aceh