Sebelumnya, kuasa hukum Tannos meminta hakim menyatakan penangkapan kliennya tidak sah. Mereka mengajukan empat tuntutan utama.
Pertama, meminta permohonan praperadilan dikabulkan seluruhnya. Kedua, menyatakan Sprindik nomor Sprin.Kap/08/DIK.01.02/01/11/2024 tanggal 26 November 2024 tidak sah. Ketiga, meniadakan semua tindakan dan keputusan yang berkaitan dengan surat penangkapan tersebut. Keempat, membebankan biaya perkara kepada negara.
Kasus Tannos sendiri berawal dari perannya sebagai Direktur Utama PT Sandipala Arthapura pada 2019. Yang menarik, KPK menetapkannya sebagai tersangka meski keberadaannya tidak diketahui. Dia diduga mengatur pertemuan-pertemuan yang menghasilkan peraturan teknis bahkan sebelum proyek e-KTP dilelang.
Sejak 19 Oktober 2021, Tannos resmi menjadi buron. Baru pada Januari 2025, dia akhirnya ditangkap di Singapura atas permintaan otoritas Indonesia.
Saat ini, Tannos masih menjalani proses persidangan ekstradisi di Singapura. Pengadilan setempat bahkan sudah menolak keterangan saksi ahli yang diajukan tim hukumnya. Meski demikian, Tannos tetap bersikeras menolak dipulangkan ke Indonesia.
Artikel Terkait
Doli Kurnia Torehkan Prestasi di detikcom Awards 2025 untuk Reformasi Pemilu
Irjen Agus Buka Pidato dengan Pantun, Di Baliknya Ada Terobosan Digitalisasi Layanan SIM
Kapolri hingga Para Menteri Ramaikan Penganugerahan detikcom Awards 2025
Prabowo Perintahkan Erick Thohir Wujudkan Kesejahteraan Atlet, dari Beasiswa hingga Karier Purnabakti