Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Analisis Kerugian, Renegosiasi, dan Solusi Ke Depan
Oleh: Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi
Kerugian KCJB: Polemik dan Pertanyaan Dasar
Pengelolaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) kembali menjadi sorotan setelah Direktur Utama PT KAI, Bobby Rasyidin, mengungkapkan kerugian signifikan di hadapan Komisi VI DPR RI. Kerugian yang dilaporkan mencapai Rp 4,195 triliun pada 2024 dan Rp 1,625 triliun pada semester I-2025, yang disebutnya sebagai "bom waktu". Pernyataan ini memicu polemik publik, mengingat proyek ini dijalankan dengan skema bisnis ke bisnis (B to B). Pertanyaannya, apakah kerugian ini sudah diantisipasi dalam studi kelayakan awal?
Kilas Balik Pemilihan China dan Komitmen Awal
Proyek KCJB awalnya dipercayakan kepada konsorsium China karena dua alasan utama: pembiayaan non-APBN dan tidak meminta jaminan pemerintah. Nilai proposal China saat itu lebih murah, yaitu US$5,5 miliar, dibandingkan proposal Jepang yang US$6,2 miliar. Namun, kini biaya proyek membengkak menjadi sekitar US$8 miliar. Pelanggaran komitmen terjadi ketika di tengah jalan, proyek yang awalnya non-APBN akhirnya melibatkan anggaran negara melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2023.
Struktur Konsorsium dan Beban Kerugian
Proyek KCJB dikerjakan oleh konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) yang terdiri dari PT KAI, PT WIKA, PT Jasa Marga, dan PT PTPN VIII. Sebagai pimpinan konsorsium dengan kepemilikan saham 58,53%, PT KAI menanggung beban kerugian terbesar, yakni Rp 951,48 miliar hanya dalam enam bulan pertama. Peralihan pimpinan konsorsium dari PT WIKA ke PT KAI juga menjadi salah satu poin yang perlu dikaji lebih dalam kaitannya dengan kinerja keuangan.
Artikel Terkait
Pengamat Ungkap Rahasia Kinerja Seskab Teddy Masuk 5 Besar Kabinet, Apa Kuncinya?
AS Berpaling? Dukungan untuk Palestina Tembus Rekor, Ini Alasannya!
Rp112 T, Jarak 15x Lebih Panjang: Proyek Kereta Cepat Saudi Bikin Whoosh Terlihat Seperti Apa?
Bintang Toedjoe & WHO: Kisah Jahe Merah Lokal yang Mendunia