Sejarah Hari Santri Nasional 22 Oktober: Dari Resolusi Jihad hingga Pengakuan Negara
Langit Malang sore itu mendung tipis ketika KH Thariq Darwis, pengasuh Pondok Pesantren Babussalam, mengajak Presiden Joko Widodo berkeliling pesantrennya pada tahun 2014. Dalam percakapan ringan tentang pendidikan dan kemandirian santri, Thariq mengusulkan sesuatu yang sederhana namun penuh makna: "Pak Presiden, bagaimana kalau Indonesia punya Hari Santri?"
Jokowi sempat terdiam sejenak, mempertimbangkan gagasan tersebut. Usul ini mungkin terdengar asing bagi sebagian orang, namun bagi kalangan pesantren, ini merupakan bentuk penghargaan terhadap peran ulama dan santri dalam menjaga Indonesia sejak masa penjajahan.
Asal Usul Penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri
Gagasan Hari Santri tidak berhenti di pesantren Malang. Setahun kemudian, desakan untuk menetapkan hari nasional bagi kaum santri semakin menguat di tingkat pusat. Dari kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jakarta, suara serupa bergema. Di bawah kepemimpinan Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, PBNU mengusulkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional berdasarkan jejak sejarah Resolusi Jihad yang dicetuskan KH. Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945 di Surabaya.
Makna Resolusi Jihad dalam Sejarah Indonesia
Resolusi Jihad bukanlah fatwa biasa. Dalam seruan monumental tersebut, Hasyim Asy'ari mewajibkan umat Islam, khususnya kalangan pesantren, untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari ancaman kembalinya penjajahan Belanda. Seruan ini membangkitkan semangat ribuan santri, petani, dan rakyat kecil untuk berjuang mengangkat senjata.
"Kalau bukan karena Resolusi Jihad, mungkin pertempuran 10 November tidak akan sebesar itu," ujar Maimun, seorang alumni pesantren di Jombang yang juga peneliti sejarah perjuangan ulama. Ia menegaskan bahwa perlawanan rakyat Surabaya saat itu bukan sekadar perang fisik, tetapi juga perang spiritual melawan ketakutan dan keraguan dalam mempertahankan kemerdekaan.
Proses Penetapan Hari Santri Nasional
Perjalanan menuju penetapan Hari Santri tidak mulus. Terjadi perdebatan panjang di tingkat birokrasi dan publik. Sebagian pihak khawatir Hari Santri akan menggeser makna Hari Pahlawan pada 10 November. Ada juga yang menilai penetapan ini terlalu sektoral, hanya mewakili kelompok Islam tertentu.
Namun, dengan keyakinan bahwa Hari Santri adalah simbol kebangsaan dan bukan eksklusivitas, Presiden Jokowi akhirnya menandatangani Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 pada 15 Oktober 2015, menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.
Artikel Terkait
KPK Periksa Perempuan Ini, Dapat Mobil Mewah Rp 1 M dari Duit Korupsi CSR BI!
Habib Umar Alhamid Dukung Prabowo: TNI dan Rakyat Diajak Bersih-bersih Indonesia, Ini Maksudnya!
Purbaya Bongkar Skandal Pertamina: Sedot Minyak Indonesia, Jual ke Singapura, Lalu Ditilep Lagi ke Kita!
Demi Allah, Dia Seorang Wali! Ini Bukti-Bukti yang Bikin Merinding