Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu juga menuturkan pengalamannya saat aksi kerbau di Bundaran HI dan aksi pelepasan babi dan tikus di depan Istana Wakil Presiden. Lalu aksi Hari HAM 2009 di depan Istana Merdeka dan Hari Anti Korupsi Dunia (Harkodia) 2009 di depan Istana Merdeka.
“Saya temui massa aksi dan saya naik di mobil komando aksi. Saya terima spanduk aksi mereka dengan 12 tuntutan. Saya ajak Velix Wanggai menemui massa aksi dan saya naik mobil komando aksi,” masih cerita Firli.
Firli juga aktif dalam pengamanan aksi 411 dan 212 di tahun 2016 yang menuntut proses hukum untuk Basuki Tjahaja Purnama. Ketika itu Firli bertugas sebagai Kepala Biro Pengendalian Operasi Mabes Polri.
Mantan Kapolda Nusa Tenggara Barat (2017) dan Kapolda Sumatera Selatan (2019) itu mengatakan, massa aksi bukan musuh yang harus dihadapi dan dilumpuhkan dengan senjata, gas air mata. Massa aksi juga bukan untuk digebukin serta dijadikan sasaran popor senjata dan pentungan polisi.
Menurut hemat Firli, aparat kepolisian seharusnya memahami psikologi massa aksi. Para pimpinan polisi di lapangan harus tahu dan paham teori kekerasan, dimulai dari teori yang paling sederhana, yakni S-O-R atau stimulus, objek, dan respons. Lalu menjadi aggression versus aggression, dan aggression because of frustration.
“Saya tahu dan pahami betul psikologi massa dan teori-teorinya. Maka selama saya jadi polisi, saya tidak pernah menggunakan kekerasan untuk menghadapi massa aksi,” demikian Firli.
Sumber: rmol
Foto: Mantan Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam) Polri Komjen (Purn) Firli Bahuri saat mengawal aksi demonstrasi. (Foto: Dokumen Pribadi)
Artikel Terkait
5 Cara Jitu Lindungi Dompet Digital Saat Main Game Online
Luhut Usul Family Office Pakai APBN, Purbaya Sindir: Kalau Mau, Bangun Sendiri Saja!
Korupsi Minyak Pertamina Rp285 T: Bocoran Skandal Riza Chalid yang Guncang Negara
Kenaikan Gaji PNS 2025 Sudah Fix! Simak Jadwal Cair & Cara Hitung Gaji Baru Anda